Bank Konvensional
dan Bank Syariah
Menurut Fiqh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring berjalannya ekonomi yang terlihat mendesak
untuk ditanggulangi adalah interaksi umat Islam dengan bank. Bank-bank
konvensional yang ada sekarang ini menawarkan sistem bunga, yang dalam Islam
identik dengan riba. Islam melarang adanya riba, dan setiap pelanggaran atas
ketentuan ini merupakan perbuatan dosa kepada Allah. Oleh karena itu diperlukan
lembaga-lembaga perbankan yang Islami yang bebas dari praktek-praktek riba,
sehingga umat Islam dapat menyalurkan investasi sesuai syari’at Allah.
Dipungkiri atau tidak, ternyata kehidupan kita
sehari-hari tidak akan bisa terlepas dengan yang namanya bank. Baik berupa Bank Konvensional atau Bank Syariah. Oleh karena itu,
makalah ini kami sajikan guna mengupas transaksi Bank Konvensional dan Bank Syariah,
sekaligus penambahan pengetahuan fiqih mu'amalah kita.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Bank Konvensional dan Bank Syariah itu?
2.
Apakah kegiatan Konvensional dan Bank Syariah itu?
3.
Apakah perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional?
4.
Bagimanakah hukum transaksi Bank Konvensional dan Bank Syariah
menurut kaca mata fiqih?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui Bank Konvensional dan Bank Syariah.
2.
Untuk mengetahui kegiatan Konvensional dan Bank Syariah.
3.
Untuk mengetahui perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional.
4.
Untuk mengetahui hukum transaksi Bank Konvensional dan Bank Syariah
menurut kaca mata fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Bank Konvensional dan Bank Syariah
1.
Pengertian Bank Konvensional
dan Bank Syariah
Pengertian Bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun
1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. [1]
Untuk
menciptakan keselarasan antara pertumbuhan dan pemerataan harta yang
beredar di dalam masyarakat, serta dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak diperlukan lembaga yang mengendalikan dan mengatur dinamika ekonomi dalam hal
ini perputaran uang dan barang. Fungsi itu sekarang dikenal dengan nama Bank.
Jadi Bank adalah
lembaga yang mengatur, meratakan dan menjaga harta yang beredar di tengah
masyarakat serta menghubungkan anatara pemilik modal dan pengelola modal. Oleh
karena itu, dalam bentuk dasarnya sesungguhnya peranan Bank banyak membawa
manfaat, karena disitu bertemu para pemilik, pengguna, dan pengelola modal. Tidak
hanya itu, di sana juga terjadi proses perputaran uang dan kekayaan dari
kelompok berpunya kepada mereka yang memerlukan.[2]
Dan fungsi Bank yang
seperti ini sejalan dengan apa yang dikehendaki Allah dalam QS. 59 ; 7 :
!$¨B uä!$sùr&
ª!$# 4n?tã
¾Ï&Î!qßu ô`ÏB
È@÷dr& 3tà)ø9$#
¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur
Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$#
ös1 w
tbqä3t P's!rß
tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$#
öNä3ZÏB 4
!$tBur ãNä39s?#uä
ãAqߧ9$# çnräãsù
$tBur öNä39pktX
çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù
4 (#qà)¨?$#ur ©!$#
( ¨bÎ) ©!$#
ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
ÇÐÈ
Artinya
: apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang
Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah.
dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Dari sudut ini, Bank memiliki fungsi menebarkan
keadilan dan pemerataan. Selain itu, Bank juga berperan memperlancar laju
perekonomian. Berbagai transaksi baik berskala lokal maupun
internasional-membutuhkan jasa perbankan. Transfer dana, rekening giro,
deposito box, tukar menukar valuta asing dan berbagai jenis pelayanan jasa
lainnya hanya ada di Bank. Disamping itu Bank adalah tempat yang aman untuk
menitipkan dana.[3]
Bank Konvensional adalah Bank yang mekanisme
operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan
(kesepakatan). meskipun realitanya,
tidak pernah disepakati bersama dalam suatu sistim apapun.
Di Indonesia, menurut jenisnya Bank terdiri dari Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 menyebutkan bahwa Bank umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara Konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.[4]
Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan
yang operasional dan produknya dikemBankkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits
Nabi SAW. Bank Syariah adalah salah satu bentuk dari Bank modern yang
didasarkan pada hukum Islam yang sah, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai
metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan
yang ditentukan sebelumnya. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip Syariah (hukum
Islam).[5]
Kemudian setelah adanya Bank Syariah, Bank yang
berkonotasi dengan bank syariah menjadi istilah baru yakni Bank Konvensional, artinnya
Bank yang memakai sistim kesepakatan antara pihak Bank dengan nasabah dengan
tanpa memandang hukum islam.
Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi berdasarkan Syariah
atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem
bunga atau riba yang memberatkan, maka Bank Syariah beroperasi berdasarkan kemitraan
pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
B.
Kegiatan Transaksi oleh Bank Syariah dan Bank
Konvensional
Sebagai lembaga keuangan, kegiatan Bank sehari-hari
tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan secara umum adalah
membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual
uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat
melalui pemberian pinjaman atau kredit.
Dari kegiatan jual beli uang inilah Bank akan
memperoleh keuntungan yaitu dari selisih harga beli (bunga simpanan) dengan
harga jual (bunga pinjaman). Disamping itu kegiatan Bank lainnya dalam rangka
mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah memberikan jasa-jasa
lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana.
Kegiatan Bank untuk melayani nasabah, baik berupa Bank
Syariah atau Bank Konvensional secara umum adalah sama, akan tetapi untuk Bank
syariah lebih menitik beratkan pada ketetapan hokum islam. Kegiatan Bank Konvensional dan Bank Syariah diantaranya sebagai berikut :[6]
1.
Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli
dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding.
Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis
simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama rekening atau account.
Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a.
Simpanan Giro (Demand
Deposit)
Simpanan giro merupakan simpanan pada Bank yang
penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada
setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama
jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari Bank yang bersangkutan. Rekening
giro biasa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun
perusahaannya. Bagi Bank jasa giro merupakan dana murah karena bunga yang
diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari bunga simpanan lainnya.
Sedangkan untuk bank syariah dengan mengatasnamakan Giro Syariah. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindah
bukuan.[7]
b.
Simpanan Tabungan (Saving
Deposit),
Merupakan simpanan pada Bank yang penarikan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank. Penarikan tabungan dilakukan
menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi atau kartu Anjungan Tunai
Mandiri (ATM). Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan bunga tabungan
yang merupakan jasa atas tabungannya. Sama seperti halnya dengan rekening
giro, besarnya bunga tabungan tergantung dari Bank yang bersangkutan. Dalam
praktiknya bunga tabungan lebih besar dari jasa giro. Sedangkan untuk bank
syariah dengan mengatas namakan Tabungan
Syariah. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek/bilyet giro.
c.
Simpanan Deposito (Time
Deposit),
Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu
tertentu (jatuh tempo). Penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut.
Namun saat ini sudah ada Bank yang memberikan fasilitas deposito yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat. jenis depositopun beragam sesuai
dengan keinginan nasabah. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri dari deposito
berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call. Sedangkan untuk bank
syariah dengan mengatas namakan Deposito
Syariah. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
2.
Menyalurkan Dana (Lending)
Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang
berhasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan
Lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank dilakukan melalui pemberian
pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang
diberikan oleh Bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan Bank
yang menyalurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang
ditawarkan.
Sebelum kredit dikucurkan Bank terlebih dulu menilai
kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai
aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya
tergantung dari Bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat
mempengaruhi keuntungan Bank, mengingat keuntungan utama Bank adalah dari
selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang
ditawarkan meliputi :
a.
Kredit Investasi
Yaitu merupakan kredit yang diberikan kepada
pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis
ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas 1(satu) tahun.
Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk memBankun pabrik atau membeh
peralatan pabrik seperti mesin-mesin. Sedangkan
secara teknis, Bank syariah menggunakan istilah mudharabah yang didefinisikan
sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi
kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan prosentase nisbah atau
rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila
usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh
pihak shahibul maal sepanjang hal itu disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness
risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character risk).
Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat
pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi
waktu sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract
(NUC).
Kemudian mengenai system mudlorobah, bank syariah
membaginya dalam dua bentuk:
1)
Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan
bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha, waktu, dan wilayah tertentu
sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia mengelola modal tersebut.
2)
Mudharabah
Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang
pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya hanya boleh
digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu.
Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga
disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah). [8]
b.
Kedit Modal Kerja
Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha.
Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek yaitu tidak.lebih dari 1
(satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji
karyawan dan modal kerja lainnya. Sedangkan untuk bank syariah dengan mengatas
namakan Akad Musyarakah (penyertaan
modal) Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang
untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara
kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian
kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
c.
Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang
dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan
perdagangannya. Contoh jenis-kredit ini adalah kredit untuk membeli barang
dagangan yang diberikan kepada para suplier atau agen. Sedangkan untuk bank
syariah dengan mengatas namakan Akad
Murabahah (jual beli) Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan
barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual
menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada pembeli atau konsumen.
d.
Kredit Produktif
Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal
keda atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali
sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai.
e.
Kredit Konsumtif
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
pribadi misainya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun papan.
Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang
kesemuanya untuk dipakai sendiri.
f.
Kredit Profesi
Merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan
profesional seperti dosen, dokter atau pengacara.
3.
Memberikan jasa- jasa Bank
Lainnya (Services)
Jasa-jasa Bank lainnya merupakan kegiatan penunjang
untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun
sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan
bagi Bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi
keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan Bank, apalagi keuntungan dari
spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga simpanan
lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa Bank yang dapat dilayani
oleh suatu Bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini ditentukan dari permodalan Bank serta
kesiapan Bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu
didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya
jasa-jasa Bank yang ditawarkan meliputi :
a.
Kiriman Uang (Transfer)
Merupakan jasa pengiriman uang lewat Bank. Pengiriman
uang dapat dilakukan pada Bank yang sama atau Bank yang berlainan. Pengiriman
uang juga dapat dilakukan derigan tujuan dalam kota, luar kota atau luar
negeri. Khusus untuk pengiriman uang keluar negeri harus melalui Bank devisa.
Kepada nasabah pengirim dikenakan biaya kirim yang besarnya tergantung dari Bank
yang bersangkutan. PertimBankannya adalah nasabah Bank yang bersangkutan
(memiliki rekening di Bank yang bersangkutan) atau bukan. Kemudian juga jarak
pengiriman antar Bank tersebut.
b.
Kliring (Clearing)
Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti
cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam kota. Proses penagihan lewat kliring
hanya memakan waktu 1 (satu) hari. Besarnya biaya penagihan tergantung dari Bank
yang bersangkutan.
c.
Inkaso (Collection)
Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti
cek, bilyet giro) yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Proses
penagihan lewat inkaso tergantung dari jarak lokasi penagihan dan biasanya
memakan waktu 1 (satu) minggu sampai 1 (satu) bulan. Besarnya biaya penagihan
tergantung dari Bank yang bersangkutan dengan pertimBankan jarak serta pertimBankan
lainnya.
d.
Safe Deposit Box
Safe Deposit Box atau dikenal dengan istilah safe
loket jasa pelayanan ini memberikan layanan penyewaan box atau kotak pengaman
tempat menyimpan surat-surat berharga atau barang-barang berharga milik
nasabah. Biasanya surat-surat atau barang-barang berharga yang disimpan di
dalam box tersebut aman dari pencurian dan kebakaran. Kepada nasabah penyewa
box dikenakan biaya sewa yang besarnya tergantung dari ukuran box serta jangka
waktu penyewaan.
e.
Bank Card (Kartu kredit)
Bank card atau lebih populer dengan sebutan kartu
kredit atau juga uang plastik. Kartu ini dapat dibelanjakan di berbagaf tempat
perbelanjaan atau tempat-tempat hiburan. Kartu ini juga dapat digunakan untuk
mengambil uang tunai di ATM-ATM yang tersebar diberbagai, tempat yang
strategis. Kepada pemegang kartu kredit dikenakan biaya iuran tahunan yang
besarnya tergantung dari Bank yang mengeluarkan. Setiap pembelanjaan memiliki
tenggang waktu pembayaran dan akan dikenakan bunga dari jumlah uang yang telah
dibelanjakan jika melewati tenggang waktu yang telah ditetapkan.
f.
Bank Notes
Merupakan jasa penukaran valuta asing. Dalam jual
beli Bank notes Bank menggunakan kurs (nilai tukar rupiah dengan mata uang
asing). Sedangkan untuk bank syariah dengan mengatas namakan sharf Transaksi penukaran mata uang yang
berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada nasabah.
g.
Bank Garansi
Merupakan jaminan Bank yang diberikan kepada nasabah
dalam rangka membiayai suatu usaha. Dengan jaminan Bank ini si pengusaha
memperoleh fasilitas untuk melaksanakan kegiatannya dengan pihak lain. Tentu
sebelum jaminan Bank dikeluarkan Bank terlebih dulu mempelajari kredibilitas
nasabahnya. Sedangkan untuk bank syariah dengan mengatas namakan Bank Garansi Syariah, yakni Jaminan yang
diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga
dimaksud.
h.
Bank Draft
Merupakan wesel yang dikeluarkan oleh Bank kepada
para nasabahnya. Wesel ini dapat diperjual belikan apabila nasabah
membutuhkannya.
i.
Letter of Credit (L/C)
Merupakan surat kredit yang diberikan kepada para
eksportir dan importir yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi
ekspor-impor yang mereka lakukan. Dalam transaksi ini terdapat berbagai macam
jenis L/C, sehingga nasabah dapat meminta sesuai dengan kondisi yang
diinginkannya. Sedangkan untuk bank syariah dengan mengatas namakan impor syariah . L/C adalah surat
pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan
importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
j.
Cek Wisata (Travellers
Cheque)
Merupakan cek perjalanan yang biasa digunakan oleh
turis atau wisatawan. Cek Wisata dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran
diberbagai tempat pembelanjaan atau hiburan seperti hotel, supermarket. Cek
Wisata juga bisa digunakan sebagai hadiah kepada para relasinya.
k.
Menerima setoran-setoran.
Dalam hal ini Bank membantu nasabahnya dalam rangka
menampung setoran dari berbagai tempat antara lain : Pembayaran pajak, Pembayaran
telepon, Pembayaran air, Pembayaran listrik, Pembayaran uang kuliah
l.
Melayani
pembayaran-pembayaran.
Sama halnya seperti dalam hal menerima setoran, Bank
juga melakukan pembayaran seperti yang diperintahkan oleh nasabahnya antara
lain : Membayar Gaji/Pensiun/honorarium, Pembayaran deviden Pembayaran kupon, Pembayaran
bonus/hadiah.
m.
Bermain di dalam pasar
modal.
Kegiatan Bank dapat memberikan atau bermain
surat-surat berharga di pasar modal. Bank dapat berperan dalam berbagai
kegiatan seperti menjadi : Penjamin emisi (underwriter), Penjamin (guarantor), Wali
amanat (trustee), Perantara perdagangan efek (pialang/broker), Pedagang efek
(dealer), Perusahaan pengelola dana (invesment company)[9]
C.
Perbedaan Bank Konvensional
dan Bank Syariah
Perbedaan
antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional banyak sekali dalam prakteknya,
diantaranya:
1.
Prinsip Bank Konvensional
a.
Bunga sudah ditentukan besarnya
terlebih dahulu oleh Bank tanpa memperhitungkan apakah Bank sedang mendapatkan
keuntungan atau tidak.
b.
Besarnya bunga adalah tetap, baik Bank
sedang rugi atau laba. Walaupun ekonomi sedang baik dan Bank sedang mendapatkan
banyak laba, akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak
bertambah.
2.
Prinsip Bank Syariah
a.
Tidak menawarkan bunga tetapi bagi
hasil dan yang ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian
keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat oleh Bank,
misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen
keuntungan bagi Bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah
tergantung dari keuntungan yang didapat oleh Bank.
b.
Besarnya keuntungan yang diterima
oleh nasabah akan meningkat apabila keuntungan Bank sedang baik dan begitu juga
sebaliknya.[10]
Poin yang
sering diangkat beberapa peneliti kedua sistim Bank diatas yang paling mendasar
adalah Bank Syariah tidak mengenal dengan istilah riba atau bunga, sedangkan Bank
Konvensional kental sekali dengan yang namanya riba. Oleh karena itu, kita
harus membahas secara detail terlebih dahulu perihal riba, sebelum kita
memvonis Bank Konvensional selalu berkecimpung dengan riba. Dan sejauh manakah
sistim yang masuk dalam ranah riba dan mana yang bukan termasuk riba.
Riba menurut bahasa adalah "tambahan". Sedangkan
menurut Fiqh adalah penjualan barang yang tidak diketahui kesamaannya didalam
ukuran Syara' atau penjualan dengan meng-akhirkan tsaman dan mutsman atau salah
satunya.
Secara garis besar, seluruh praktek transaksi baik
jual beli sampai hutang piutang hanya terkena konsep riba yang seluruhnya ada 5
model riba, yakni:[11]
Pertama, ( ربا اليد ) Riba Al-Yad adalah Penjualan barang ribawi tanpa ada
penyerahan dari kedua belah pihak (tidak Taqobudl).
Kedua, (ربا القرض) Riba Al-Qordli adalah Hutang dengan mensyaratkan
keuntungan bagi pemberi hutang ketika di dalam akad.
Ketiga, (ربا الفضل) Riba Al-Fadli adalah Penjualan barang ribawi dengan ada
kelebihan tsaman atau mabi'.
Keempat, (ربا النساء) Riba Al-Nasa' adalah Penjualan barang ribawi dengan
tempo, tidak kontan (hulul).
Kelima, (ربا القرآن) Riba Al-Qur'an adalah Penambahan pada hutang
dikarenakan adanya tempo, baik berangkat dari aqad Qordlu atau Bai'.
Namun riba yang berbentuk tukar benukar barang
(Mu'awadzoh) hanya berlaku pada tiga perkara; 1. Emas. 2. Perak. 3. Makanan.
Setelah melewati beberapa dekade tidak bisa
dipungkiri uang kertas lambat tapi pasti. Melalui berbagai konsideran, ulama mutaakhirrin
secara tegas menyatakan bahwa uang kertas bisa berposisi sama dengan dirham
dan dinar. Kesimpulan ini memberikan abstraksi, apa yang berlaku pada naqd,
terjadi pula terhadap uang kertas.[12]
Konsekuensi
yang muncul adalah uang kertas termasuk harta ribawy dan dalam
memperjual belikannya haruslah sama jumlahnya ketika masih dalam satu macam dan
jenis. Namun bila valas yang dimaksud beda macamnya serta nilai jual
(valuation) yang ada didalamnya juga berbeda walaupun dari satu jenis maka
mengganti dengan jumlah yang tidak sama tidak lagi menjadi syarat, justru boleh
memberikan lebih pada yang lain. Praktek lapangan membuktikan sistem nilai (value
system) mayoritas negara di dunia menggunakan dolar sebagai penaksir
(valuer). Sehingga pelunasan hutangnyapun menggunakan standar kurs yang ada
saat ini. Namun ketika terjadi transaksi ataupun pelunasan hutang dengan memakai
dua mata uang dari dua negara yang berbeda, semisal rupiah dan dolar, maka
tidak dituntut harus sama (mumatsalah) akan tetapi yang diwajibkan hanya
persamaan nominal yang terkandung.
Sebaliknya ketika transaksi tersebut dalam satu macam mata uang, ketentuan
mumatsalah harus selalu ada. Karena menurut hemat kami, semua mata uang
adalah satu jenis, sedangkan perbedaan negara merupakan representasi perbedaan
macam mata uang.[13]
Maka Inferensi diatas bisa kita ambil kesimpulan
bahwa tidak diperbolehkan menjual emas dengan mutsman berupa emas atau perak
dengan perak, baik keduanya sudah dicetak maupun belum, kecuali dengan tiga
persyaratan:
1.
Harus sama dalam hal ukuran dan
jenisnya (Mutamatsil), maka tidak diperbolehkan menjualnya dengan tidak
sama ukuran atau jenis.
2.
Harus cas atau tidak tempo
(Hulul).
3.
Adanya serah terima dalam tempat
transaksi, sebelum kedua 'Aqid berpisah (Taqobudl fi majlis).[14]
Maka bisa kita tarik kesimpulkan bahwa tidak
diperbolehkan menjual mabi' ketika sama dengan tsamannya kecuali dengan tiga
syarat; Mutamatsil, Hulul dan Taqobudl.
Dan diperbolehkan menjual emas dengan ganti ('Iwadl)
berupa perak, namun disyaratkan harus tetap Cas (tidak tempo). Dan seperti
halnya emas dan perak yaitu makanan, tidak diperbolehkan menjual makanan dengan
'Iwadl sejenisnya kecuali dengan tiga syarat diatas.
Maka ketika kedua belah pihak berpisah sebelum
menerima dari 'Iwad masing-masing, atau sudah menerima setengah maka masuk
dalam konsep Tafriq As-Shufqoh. Yakni, Memilah-milah akad, dengan
perincian: Pertama, menjual dua benda yang sah dijual dan benda yang
tidak sah dijual secara bersamaan dalam satu akad. Kedua, mengumpulkan
dua barang dalam satu akad yang masing masing bisa diakad-I sendiri dan salah
satunya rusak sebelum diserahkan. Ketiga, mengumpulkan dua akad yang
berbeda hukumnya.[15]
D.
Sistim transaksi Bank
menurut syariat islam
Banyak sekali hasil kajian husus berkanaan dengan Bank Konvensional dan Bank Syariah, baik
berupa makalah atau buku. Seluruhnya hampir sama, yakni mengunggulkan Bank Syariah
dan menganggap Bank Konvensional adalah Bank yang non islami dengan menitik
beratkan pada konsep bunga. Disisi lain, kita tidak bisa memungkiri, bahwa
disetiap kehidupan kita tidak mungkin lepas dari Bank Konvensional. Maka dari
itu, kita akan mencoba dengan kaca mata fiqih, mengenai kedua Bank tersebut.
Artinya, kita mencoba menerapkan sistim transaksi Syariah kepada dua model Bank
di atas secara objektif. Baik berbentuk Bank konvensioanal maupun yang Syariah,
manakah yang benar-benar legal menurut kaca mata fiqih. Diantara sekian banyak
jasa yang disediakan oleh pihak Bank diatas seluruhnya akan masuk dalam model
transaksi ala fiqih di bawah ini. Diantaranya:
1.
Bai' (jual beli)
Bai' berarti memberikan hak kepemilikan yang berupa
Maliyyah (benda-benda yang berharga) dengan cara Mu'awadzoh (penukaran) yang
diperbolehkan oleh Syara', dengan demikian tidak diperbolehkan tukar-menukar
arak, kotoran atau bahkan tubuh manusia.[16]
Kemudian di dalam bai' sendiri dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a.
Bai' Al-'Ain Al-Hadliroh (menjual
benda yang tampak atau terlihat)
b.
Bai' As-Syai' Al-Mausuf
Fidzimmah (menjual benda yang disifati dalam tanggungan atau bisa disebut
Salam)
c.
Bai' Al-'ain Al-Ghoibah (menjual
benda yang tidak tampak atau tidak terlihat)
Syaratnya bai' adalah sebagai berikut:[17]
a.
'Aqid atau Ba'I' dan
musytari yang keduanya disyaratkan selain harus ahli At-Tasarruf juga
disyaratkan tidak dalam keadaan dipaksa menjual atau membelinya. Dan bagi Ba'I'
disyaratkan lagi tidak menjual Al-Qur'an pada orang kafir atau barang yang berupa
alat-alat perang kepada Kafir Harbi (orang kafir yang memerangi Islam).
b.
Ma'qud 'Alaih atau tsaman
dan mutsman yang terdapat lima syarat:
1)
Adanya Ma'qud 'Alaih harus
merupakan perkara atau benda yang suci atau bisa disucikan secara 'Ain atau
dlohirnya ataupun dengan adanya ijtihad (melalui proses penelitian) tatkala ada
keserupaan antara najis atau tidaknya.
2)
Ma'qud 'Alaih harus
Bermanfaat, maksutnya adalah manfaat-manfaat yang diperbolehkan oleh syara'
walaupun tidak bersifat langsung (manfaat diakherat) seperti membeli budak
karena untuk dimerdekakan.
3)
Ma'qud 'Alaih memang
benar-benar kepemilikan Aqid, baik kepemilikan yang disebabkan hak wali pada
harta anaknya yang masih kecil (belum Ahli At-Tasarruf), maupun kepemilikan
dengan sebab ada idzin dari syara', seperti pada barang temuan yang mana
apabila tidak kita jual maka barang tersebut akan rusak.
4)
Ma'qud 'Alaih Kuasa untuk
diserahkan secara langsung dan dengan tanpa adanya tambahan biaya pengiriman.
Namun syarat yang ke empat ini terkecuali pada konsep Bai' Dlimni.
5)
Ma'qud 'Alaih bisa
diketahui oleh 'Aqid dari segi esensi dzatnya, sifatnya dan ukurannya.
2.
Hiwalah
Akad Hiwalah
adalah akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal’alaih) dari
nasabah lain (Muhtal). Muhil meminta muhal’alaih untuk membayarkan terlebih
dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh
tempo, muhtal akan membayar kepada muhal’alaih. Muhal’alaih memperoleh imbalan
sebagai jasa pemindahan piutang.[18]
Rukun Hiwalah
: Muhil (Nasabah 1), Bank (Muhal’alaih), Nasabah 2 (Muhtal) Hutangnya Muhil,
Hutangnya Muhtal dan shigot Hiwalah.[19]
Sedangkan
untuk syarat dari tiap-tiap 'akid itu sama dengan yang ada dalam konsep
transaksi jual beli.
Syarat Hiwalah
: kerelaan muhil, persetujuan muhtal,
adanya piutang tetap, tahu akan piutang yang mau di jadikan akad Hiwalah dan
persamaan kadar piutang.[20]
3.
Ijarah
Ijaroh
adalah Akad sewa menyewa atas manfaat barang, yang diketahui, serta bisa
dijadikan pebandingan dengan barang lain, antara Bank (Muaajir) dengan penyewa
(Mustajir). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada
muaajir.
Rukun
ijarah : mu'ajir (Bank), musta'jir (Nasabah), shigot (ijabdan qobul), ujroh
(Upah) dan manfaat barang.
Syarat
ijaroh : barangnya diketahui baik dari segi kadar atau jenisnya, dibayar di
depan bila berupa ijaroh fi dzimmah dan terlihatnya barang.
Ijaroh
disini dibagi menjadi dua:
a.
Ijaroh Al-'Ain : Akad sewa yang langsung
ditentukan, seperti contoh: saya menyewa mobil yang berwarna biru ini.
b.
Ijaroh Ad-Dzimmah :
Akad sewa yang tidak langsung ditentukan, seperti contoh: saya menyewa mobil
yang berwarna biru.[21]
4.
Kafalah / dloman al-badan
Akad kafalah
adalah akad pemberian jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada
pihak lain sebagai pemberi jaminan (Kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran
kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
Syarat
kafalah : adanya idzin dari makful anhu (orang yang di jamin).
5.
Mudharabah / Qirod (Modal Ventura)
Sebuah bentuk usaha yang dibenarkan syariat akhirnya
dapat dijadikan manusia sebagai solusi transaksi bank, adalah tanam modal
seseorang terhadap pekerja (qiradl), dimana mereka bersepakat menjadi
mitra bisnis dengan cara pemberian modal kepada partnernya untuk dijalankan
agar lebih berkemBank dan bisa mendapat profit yang signifikan yang
akhirnya menguntungkan. Walaupun
terdapat potensi terjadinya kerugian di salah satu pihak atau keduanya
disebabkan tidak adanya kepastian laba yang ia raih. Untuk mengantisipasi
potensi merugi itulah para ulama memperketat
syarat-syarat di dalamnya. Salah satu bentuk syarat yang muncul dari
aqad qiradl adalah modal investor haruslah berupa nuqud, sebab
dalam dua barang di atas terdapat kestabilan harga. Berawal dari acuan ini,
dapatkah uang kertas dijadikan modal Qiradl walaupun telah ditarik dari
peredaran ?. Dengan melalui beberapa pertimBankan sebagai berikut:
a.
Mal bila ditinjau dari alokasinya
terbagi menjadi dua. Pertama, mal yang tidak mempunyai konsentrasi fungsi
kecuali untuk membeli barang atau sebagai honorarium, maka ia dinamakan naqd.
Kedua, mal yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan, maka ia dinamakan ‘urudh.[22]
b.
Uang kertas termasuk kategori naqd
secara istilahi. [23]
c.
Uang kertas termasuk mitsliy yang
akhirnya sesuai dengan qaul ketiga dalam Zawaid al-Raudloh yang memperbolehkan
qiradl dalam setiap barang mitsly.[24]
d.
Qiradl haruslah dengan
modal berupa alat tukar yang terlaku di pasaran dan mudah diperdagangkan, yaitu
tsaman. Padahal menurut Syeh Musthofa Khin uang kertas termasuk tsaman.
Maka dapat diambil sebuah konklusi bahwa uang kertas
dapat dijadikan modal qiradl, walaupun sudah ditarik dari peredaran. Akan
tetapi pendapat ini perlu kita kaji ulang dalam tataran aplikasi di negara
kita.[25]
Akad
mudlorobah adalah akad antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola
(Mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.Pendapatan tersebut
dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan
kewenangan yang diberikan kepada mudharib, mudharabah dibagi menjadi Mudharabah
Mutlaqah dan Mudarrabah Muqayyadah.
Rukun
qirod : malik (Nasabah), amil (Bank), harta, pekerjaan, ribhu (keuntungan) dan shigot
(ijab dan qobul).[26]
a.
Mudharabah Mutlaqah
Mudharib diberikan kekuasaan
penuh untuk mengelola modal.
b.
Mudharabah Muqayyadah
Shahibul Maal menetapkan syarat
tertentu yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempat, tunjuan, maupun
jenis usaha.
6.
Murabahah
Akad jual
beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan nasabah
yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.[27]
7.
Musyarakah
Akad
kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Kerugian dan keuntungan
dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
Rukun :
syarikani (dua orang yang bersekutu), malani(harta dari kedua orang) dan sigot.[28]
8.
Qardh
Akad
pinjaman dari bank (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama
sesuai peminjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh.
Sebelum
kita terlalu jauh membahas Qordlu, perlu kita ketahui bahwasannya didalam
Qordlu mempunyai beberapa ketentuan;
1.
Ketentuan-ketentuan Qordlu sama dengan
ketentuan-ketentuan dalam akad bai', maka dari itu Muqrodl (bartang yang
dihutangkan) harus maklum. Dan adanya shighot, baik shorih maupun kinayah,
namun meski disyaratkan adanya shighot, Al-Mu-attoh juga bisa teraplikasikan
pada Qordlu.
2.
Muqridl atau orang yang menghutangi dasyaratkan harus
Ahliatu At-Tabarru'. Yang dikehendaki atas Ahliatu At-Tabarru' dalam fasl Qordlu,
adalah Ahliatu At-Tabarru' Al-Mutlaq yaitu orang yang memang benar-benar tahu
akan muqrodl dan tidak dipaksa. Hal ini mengecualikan Safih atau orang yang
menyia-nyiakan hartanya.
3.
Untuk Muqrodl (barang yang dihutangkan) harus sama dengan
Muslam fih, dalam segi kemaklumannya dan juga bisa untuk disifati. Apabila Muqrodl
tidak bisa dibuat Muslam fih, maka tidak boleh untuk dihutangkan.
Bagi muqridl diperbolehkan untuk menarik kembali atas muqrodl, walupun
dengan memaksa, sekira muqrodl masih utuh, dan tidak terdapak hak lazim,
seperti terdapat unsur Rohn (gadai).[29]
Dan bagi
muqtaridl disunnahkan untuk memberikan tambahan pada muqrodl pada saat
pembayaran hutang, seperti hutang 1000 dikembalikan 2000. Hal ini hukumnya
sunnah ketika tidak ada syarat penambahan, sedangkan ketika disyaratkan, maka
hukumnya makruh selama syarat tersebut pada selain waktu akad, dan apabila
disyaratkan pada waktu akad, maka hukumnya haram, karena termasuk Riba
Al-Qordli, baik keuntungan atas tambahan tersebut kembali pada muqridl atau
muqtaridl. Atau termasuk Riba Al-Qur'an apabila tambahan tersebut dikarenakan
tempo. Riba Al-Qur'an adalah
sama dengan Riba An-Nasi'ah, dinamakan Riba Al-Qur'an karena tambahan pada
hutang yang disebabkan oleh tempo, teradapat dalil nash al-qur'an atas
keharamannya, yaitu:[30]
«يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً » .
9.
Al Rahn
Akad rohn
adalah Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank
(Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.
Adapun
ketentuan-ketentuan dari Rohn adalah
sama seperti Bai' dalam garis besarnya, yaitu; Rohin dan Murtahin
('aqid), Marhun (jaminan), Marhun Bih (hutang), dan yang tak
ketinggalan harus ada shighot, yang mana tafsilnya (perincian) adalah
sebagai berikut:
a.
'Aqid (rohin dam murtahin), syarat dari keduanya adalah
sama seperti syarat bagi 'Aqid dalam fasl bai', yakni; baligh,'aqil, tidak
mahjur 'alaih dan tidak dipaksa. Maka bagi orang tua tidak diperbolehkan
menggadaikan atau menerima gadai atas harta anaknya yang belum baligh, kecuali
dhorurot atau terdapat keuntungan yang nyata yang melebihi harga umum. Maka
apabila dalam kondisi demikian, orang tua atau wali wajib menggadaikan atau
menerima gadai.[31]
b.
Marhun atau (Jaminan) dan Marhun Bih (hutang) adalah
setiap perkara yang boleh untuk diperjual belikan, dari keterangan seperti ini
bisa disimpulkan bahwa setiap perkara yang tidak boleh diperjual belikan maka
tidak boleh untuk digadaikan. Namun dari kesimpulan tersebut memiliki beberapa
pengecualian, yakni boleh digadaikan tapi tidak boleh dijual belikan dan atau
sebaliknya, seperti; menjual manfaat rumah, manfaat boleh dijual namun
tidak boleh digadaikan. Dan juga termasuk pengecualian adalah seperti meminjam
barang guna untuk digadaikan, maka bagi peminjam boleh untuk menggadaikan namun
tidak boleh untuk menjual barang pinjaman tersebut.
Dan
juga tidak boleh menjual namun boleh untuk menggadaikan, adalah; Mushaf,
Budak Muslim dan Senjata, maka menggadaikan ketiga barang tersebut
diperbolehkan, walaupun sebenarnya tidak boleh menyerahkannya pada murtahin[32].
10.
Salam
Akad jual
beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual
(Muslamilaih) . Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad
dan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai
Muslam dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
(Muslam fiih) maka hal ini disebut salam paralel. Secara istilah menjual
benda yang disifati dalam tanggungan.
Seperti
yang lain, didalam Salam juga disyaratkan adanya
shighot dengan beberapa perinciannya. Namun dalam masalah shighot Salam
terdapat khilaf diantara ulama', apabila memakai shighot jual beli maka menurut
sebagian ulama' bisa dikatakan Salam, namun menurut sebagian yang lain tidak
bisa dikatakan Salam, melainkan berupa Bai' Fidzimmah, seperti yang
sudah kita bahas dalam Fasl Bai' diatas.[33]
Dan
juga berlaku hukum Hal dan Mu-ajjal,
sedangkan apabila tidak ada ketentuan akan hal dan mu-ajjal dalam
shighot salam, maka hukumnya adalah hal atau cas, menurut qoul Ashoh.
Maka
ketika akad salam merupakan akad yang Muajjal, maka batas waktu harus
ditentukan, namun dalam penentuan batas waktu tidak boleh majhul (tidak jelas),
seperti; si A memesan mobil pada si B dengan batas waktu datangnya si C. tidak
lepas dari harus ma'lumnya batas waktu, juga disyaratkan ma'lumnya tempat
penyerahan muslam fih apabila berupa salam muajjal.
Ro'sul Mal atau tsaman apabila dalam
Fasl bai', harus ma'lum (diketahui) mulai dari ukuran, jenis dan sifatnya. Dan
apabila ro'sul al-maal berupa perkara yang mu'ayyan maka cukup dengan
melihatnya.
Namun
perlu diketahui bahwasannya semua ro'su
al-maal harus diserahkan pada muslam ilaih ditempat transaksi, sedangkan ketika
ro'su al-maal Cuma diserahkan sebagian, maka hukumnya mengikuti Tafriq As-Shufqoh.[34]
Akad
Salam bisa dihukumi sah apabila memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut:
1.
Muslam fih atau barang yang dipesan bisa untuk disifati,
dengan sifat-sifat yang bisa membedakan tujuan, sekira bisa menghilangkan
keserupaan, mulai dari jenis, bentuk sampai ukurannya, dan tidak boleh
mensifati dengan sifat yang menyulitkan atau jarang terjadi pada muslam ilaih,
seperti memesan mutiara sebesar bola, dll.
2.
Muslam fih tidak berupa barang yang bercampur dengan
perkara lain, maka tidak boleh memesan barang yang bercampur yang tidak bisa
dibedakan antara campuran tersebut. Dan apa bila campuran tersebut masih bisa
dipisahkan, maka hukumnya diperbolehkan.
3.
Apabila muslam fih termasuk perkara yang campur, maka
hukum dari memesan iperbolehkan apabila dalam memisahkan campuran tersebut
tidak memakai api.
4.
Muslam fih bukan perkara yang Mu'ayyan (ditentukan),
harus berupa Ad-Dain (tanggungan).karena akad Salam berupa memesan perkara yang
disifati yang berada dalam tanggungan.
5.
Muslam fih tidak dari tempat yang Mu'ayyan. Maka seperti
contoh; "saya memesan roti keju yang berada ditempat itu". Hukumnya
tidak diperbolehkan.
11.
Wadi’ah
Akad
penitipan barang/uang. Wadi’ah terdiri dari Wadi’ah Yad Amanah dan Wadi’ah Yad
Dhamanah.
a.
Wadi’ah Yad Amanah
Akad
penitipan barang/uang dengan pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan
barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggungjawab atas
kehilangan/kerusakan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau
kelalaian penerima titipan.
b.
Wadi’ah Yad Dhamanah
Akad
penitipan barang/uang dengan pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin
pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus
bertanggungjawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua
manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang tersebut
menjadi hak penerima titipan.
12.
Wakalah
Akad pemberian
kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada penerima kuasa (Wakil) untuk
melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
juga dapt melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip operasional lain yang
lazim dilakukan oleh bank syariah. Hal ini dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional.[35]
1.
Transaksi antara nasabah
dan Bank.
Transaksi yang
terjadi antara nasabah dengan pihak Bank ini merupakan problem tersendiri
karena menurut kaca mata fiqih transaksi tersebut bisa benar-benar legal bila
dari seluruh elemen syarat dan rukunnya terpenuhi.
a.
Menghimpun Dana (Funding)
dan Menyalurkan Dana (Lending)
Kegiatan menghimpun dana baik Bank Konvensional maupun
Bank Syariah bisa di masukkan dalam aqad qardlu ataupun qiradl atau bahkan
wadi’ah. Akan tetapi dalam aqad wadi’ah melihat uang nasabah itu digunakan oleh
Bank, maka hukumnya menjadi qardlu.
Hal ini
juga menjadi permasalahan tersendiri kalau pemilik Bank meninggal. Karena dalam
masalah ini bagi ahli waris wajib mengembalikan uang nasabah. Cuma, kalau para
nasabah tidak meminta uangngya untuk di kembalikan saat itu maka hukumnya boleh
untuk tidak langsung mengembalikan uang mereka sampai mereka menagih ( menarik
uang mereka)
Ahir-ahir ini terjadi pembobolan uang dalam rekening
Bank yang kadang-kadang terjadi karena penipuan. Hal ini melihat
berbeda-bedanya aqad yang terjadi maka beda pula hukumnya bagi pihak Bank dalan
hal wajib mengganti uang milik nasabah., karena kalau aqad yang terjadi antara
pihak nasabah dengan Bank adalah aqad qardlu maka pihak Bank wajib mengganti
uangnya nasabah, karena dalam aqad qardlu pihak muqtaridl (Bank) wajib
mengembalikan ganti dari uangnya nasabah secara mutlaq, baik uang tersebut
hilang atau tidak.
Adapun
kalau melihat aqad yang terjadi antara
nasabah dengan pihak Bank adalah aqaq qirodl maka pihak Bank tidak wajib
mengganti uangnya nasabah di karenakan yadul amil adalah yadul amanah..
Simpanan sering disebut dengan nama rekening atau account. Jenis-jenis
simpanan yang ada dewasa ini adalah:
b.
Memberikan jasa- jasa Bank
Lainnya (Services)
Pada dasarnya jasa transfer ada dua bentuk yaitu
melalui Bank (langsung bertemu dengan costumer Bank) dan melalui mesin yang
disediakan oleh pihak Bank seperti ATM (Automatic Transfering Machine).
a.
Jasa Transfer Melalui Bank
Jasa transfer melalui Bank ini sendiri, pada
prakteknya memungkinkan mempunyai dua macam jalan.
Pertama, jasa transfer yang memakai biaya.
Seperti ketika seseorang yang tidak mempunyai tabungan di Bank tersebut,
kemudian dia ingin mentransfer uang pada rekenignya seseorang atau dia punya
tabungan tetapi ingin mentransfer uang pada rekening seseorang dari Bank yang
berbeda, jasa transfer seperti ini
menurut prespektif fiqih bisa memungkinkan untuk dimasukkan dalam dua akad.
a)
Akad wakalah dengan upah (وكالة بجعل)
Wakalah Bi Al- Ju'li adalah transaksi dengan
model perwakilan yang menggunakan ongkos (وكالة بجعل). mengingat si pengirim (Nasabah)
mewakilkan kepada pihak Bank untuk mengirimkan sejumlah uang kepada orang yang
dituju dan tidak melarang pihak Bank walaupun uang yang diterima siB bukan uang
yang diberikan sipengirim kepada pihak Bank.[36]
b)
Akad sewa
Masuk dalam
akad sewa menyewa (ijaroh) mengingat hal ini juga kategori sistim
menyewa pihak Bank untuk menngirimkan uangnya kepada tujuan Nasabah (ijaroh
dzimmah). Ijaroh dzimmah adalah Akad sewa yang tidak langsung ditentukan
atau yang disifati, seperti contoh: saya menyewa mobil anda untuk diantar ke
Jakarta. Artinya, dengan menitik beratkan penyewaan jasa pengiriman.
Kedua,
ada yang tanpa dipungut biaya seperti transfer antar rekening dalam satu jenis
Bank. Praktek transfer seperti ini menurut prespektif fiqih apabila pengiriman
tersebut dalam rangka bayar hutang seperti tsamanulmabi’maka termasuk kategori
akad hawalah dengan pertimBankan pihak Bank sebagai (محال عليه) pihak yang
punya hutang kepada nasabah dalam hal ini adalah sipengirim (محيل) sedangkan orang
yang dikirimi sebagai (محتال).
Kemudian apabila
pengiriman tersebut dalam rangka hibah , nafaqoh atau yang lain maka termasuk
akad wakalah karena dalam akad hawalah disyaratkan محيل
harus punya hutang pada محتال sedangkan محال عليه harus punya hutang pada محيل sehingga apabila محيل tidak punya hutang
kepada محتال maka
pengiriman tersebut adalah akad wakalah .[37]
b.
Jasa transfer melalui ATM
Menurut prespektif fiqih apabila tanpa dipungut biaya
(pemotongan) seperti transfer antar rekening dalam satu jenis jenis Bank
termasuk akad penjam meminjam tanpa adanya ijab dan qobulاعارة معاطاة . Sedangkan
transfer yang dengan dipungut biaya termasuk akad sewa tanpa ada ijab dan qobul
اجارة معاطاة dengan
pertimbankan mesin ATM merupakan fasilitas yang disediakan oleh pihak Bank dan
mereka mempersilahkan semua nasabah yang memegang kartu kredit untuk
menggunakannya kapanpun mereka mau . Hal ini sebetulnya masih menyisakan
keganjalan mengingat syarat sahnya mu’atoh adalah muta’aqidain harus sepakat
dalam masalah tsaman atau ongkos dan juga khilaf mu’athoh itu hanya terdapat
pada aqad-aqad maliah akan tetapi syara’ memaklumi karena dlorurot .[38]
c.
Uang yang ada di Bank
hukumnya seperti mal hadir .
Mengenai uang di Bank melihat uang tersebut bisa
diambil kapan saja dan dimana saja walaupun sinasabah tidak berada didaerahnya Bank
berada tempat dia menabung seperti mahasiswa menabung di Blitar kemudian pindah
ke Tulungagung maka perginya sinasabah dari daerah tempat dia menambung itu
tidak dapat mempengaruhi dalam hal wajib mengeluarkan zakat, nafaqoh dll.
Dikarenakan walaupun uang tersebut tidak ada dihadapan sipemilik (nasabah) akan
tetapi dia mudah untuk mengambilnya seperti uang yang hadir. Dalam hal qabdlu,
pengiriman uang via trasfer bila di tinjau dari kaca mata fiqih itu sudah
memenuhi standart qabdlu secara syar’i. Mengingat batasan qobdlu itu sendiri
dalam masalah perkara yang bisa dipindah menurut madzhab syafi’i adalah melihat
urfi.
d.
Konsep bagi hasil bank
Syariah.
Indonesia telah menetapkan Undang-undang nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah yang mengatur tentang legalitas Perbankan
Syaria’h. Ciri utama Perbankan Syari’ah adalah berdasarkan bagi hasil antara
pemilik harta sebagai shahib al-mal atau nasabah dan pihak Bank sebagai
pengelola atau mudlarib. Dengan kesepakatan nisbah (prosentase
bagi hasil) sesuai kesepakatan para pihak. Dalam kesepakatannya, biasanya
antara 70 % banding 30 %, 65 % banding 35 % atau 60 % banding 40 %. Ironisnya,
pembagian bagi hasil itu selalu dibawah prosentase bunga Bank Konvensional.[39]
Bahkan dalam prakteknya, antar satu Bank dengan Bank
lainnya meskipun sama dalam memberikan nisbah-nya tetapi hasilnya
berbeda. Menurut prakteknya, sistem audit, administrasi dan penghitungannya
masing-masing Perbankan Syari’ah berbeda. Maka hukum penghitungan nisbah
bagi hasil perbankan yang tidak diketahui oleh pihak nasabah padahal dalam akad
telah disebutkan nisbah-nya. tidak dibenarkan, sebab perhitungan harus
dilakukan di hadapan nasabah. Disamping itu akadnya batal, sebab perhitungan
dan pembagian laba harus dilakukan setelah berakhirnya mudharabah (pengembalian
ra'sul mal).[40]
Perlu diketahui, bahwa akad Mudlarabah dianggap sah
dan dibenarkan jika memenuhi persyaratan sebagia berikut:
1.
Ada kesepakatan prosentase laba
yang jelas.
2.
Tidak dibatasi oleh masa tertentu.
3.
'Amil tidak menanggung resiko
kecuali disebabkan oleh kecerobohannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ulasan system
Bank Konvensional dan Bank Syariah ini, bisa menjadi legal syara' jika
benar-benar memenuhi criteria syarat rukun fiqih. Oleh karena itu, system Bank
Konvensional dan Bank Syariah harus di tinjau kembali akan keabsahanya.
Belum tentu bank syariah semua elemennya legal syar'i. terbukti dalam kasus
penghitungan nisbah belum bisa legal menurut syara'. Sebaliknya, system Bank Konvensional juga banyak yang legal
menurut kaca mata fiqih.
B.
Saran Kajian
Kajian
ilmiah ini masih sangat sederhana, karena belum menuntaskan transaksi yang
bersifat paralel antara system Bank Konvensional dan Bank Syariah. Belum lagi
menyangkut ONH haji yang jelas jelas tidaklah mungkin jika tidak melalui campur
tangan Bank Konvensional dan Bank Syariah. Oleh karena itu, akan lebih
sempurnyanya jika kekurangan itu di bahas tuntas dalam kajian ilmiah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Gozzy,
Ibnu Qosim. 2011. Hasyiyah Al-Baijuri. Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Ad-Dimasqy, Taqiyyuddin Abi Bakar Bin Muhammad.
Tt. Kifayatul Ahyar Fii Halli
Ghoyatil Ihtishor. Semarang: Toha Putra.
Rosadi, Muhammad.
2005. Hakikat dan Urgensi Bank Syari'ah. Lirboyo. Tamatan Aliyah Lirboyo.
Al-Dimyaty,
Abi Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho. 2007. Hasyiyah 'Ianah Al-Tholibin. Libanon:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Al-Khin, Musthofa. 2007. Fiqh al-Manhaji. Libanon:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Al-Syairozy, Abu Ishaq. 2007. Al-Muhadzab.
Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
As-Syathiri, Ahmad bin Umar. Tt. Al-Yaqut Al-Nafiis
Fii Madzhabi Ibnu Idris. Indonesia: Al-Haromain.
Al-Kafi, Hasan Bin Ahsan Bin Muhammad Bin Salim. 2012.
At-Taqrirot As-Syadidah Fii Al-Masa'il Al-Mufidah. Bankil: Duroh Al-Ilmiyah.
Amin, Hasan Abdullah. Tt. Ahkam Taghayyur Qimah
al-‘Umalah al-Naqdiyah wa Asyriha Fi Tasdid al-Qardzi. Jakarta: Dar Al-Nafais.
Al-Sarbini, Khotib.
1997. Mughni al-Muhtaj. Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Al-Jamal, Sulaiman Bin Umar. 2007. Hasyiah Al-Jamal. Libanon: Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Qosim,
Ibni. Tt. Tausyeh Ala Ibni Qosim.
Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Ba'alawi, Abdurrohman Bin Muhammad Bin Husen Bin Umar. 2004. Bughyatul Mustarsyidin. Bairot:
Dar Al-Kutub.
Az-Zuhaily, Wahbah. Tt. Al-Fiqh Al-Islamy Wa
Adillatih. Maktabah Tsamilah: Versi 20.000.
[1] http://www.bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=905:definisi dan http://indonesi4ku.wordpress.com/2011/03/15/pengertian-klasifikasi-tugas-fungsi-kegiatan-serta-peranan-bank/
(diakses : sabtu, 23 Maret 2013, pukul :
22.00)
[2] Muhammad Rosadi, Hakikat dan Urgensi
Bank Syari'ah, (Lirboyo: Tamatan Aliyah Lirboyo, 2005), Hlm:13
[3] Idem.,
Hlm:13
[4] http://www.bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=905:definisi
(diakses : sabtu, 23 Maret 2013, pukul :
22.00)
[5] Muhammad Rosadi, Hakikat dan Urgensi
Bank Syari'ah, (Lirboyo: Tamatan Aliyah Lirboyo, 2005), Hlm:13
[6] http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc,
(diakses : sabtu, 23 Maret 2013, pukul :
22.00)
[7] Ibid.,
[10] http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc,
(diakses : sabtu, 23 Maret 2013, pukul :
22.00)
[11] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty, Hasyiyah 'Ianah Al-Tholibin,
Juz 3 (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2007), Hlm: 68
[12]
Musthofa al-Khin, Fiqh al-Manhaji, juz.VII(Libanon: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, 2007), Hlm: 94-95
[13] Abu
Ishaq Al-Syairozy, Al-Muhadzab, Juz 1, (Libanon: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, 2007), Hlm: 273
[14] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,..Hlm:
68
[15] Ibnu
Qosim Al-Gozzy, Hasyiyah Al-Baijuri, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,
2011), Hlm: 74
[16] Ahmad
bin Umar As-Syathiri, Al-Yaqut Al-Nafiis Fii Madzhabi Ibnu Idris (Indonesia:
Al-Haromain, Tt), Hlm: 79
[17] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,…
Hlm: 98
[18] Hasan
Bin Ahsan Bin Muhammad Bin Salim Al-Kafi, At-Taqrirot As-Syadidah Fii
Al-Masa'il Al-Mufidah (Bangil: Duroh Al-Ilmiyah, 2012), Hlm: 32
[19] Ibid.,
Hlm: 51
[20] Ibid.,
Hlm: 52
[21] Ibid.,
Hlm: 108
[22] Hasan
Abdullah Amin, Ahkam Taghayyur Qimah al-‘Umalah al-Naqdiyah wa Asyriha Fi
Tasdid al-Qardzi, (Jakarta: dar al-Nafais, cet. I, Tt) hal. 293
[23] Ibid.,
Hlm:32
[24] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,…
Hlm: 99-100
[25] Khotib
al-Sarbini, Mughni al-Muhtaj,
juz.II, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1997), Hlm: 310
[26] [26] Hasan
Bin Ahsan Bin Muhammad Bin Salim Al-Kafi, At-Taqrirot As-Syadidah .,,,
Hlm: 62
[27]
Sulaiman Bin Umar Al-Jamal, Hasyiah Al-Jamal, juz: 4, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2007), Hlm:
68
[28] Ibid.,
hal.77
[29] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,…Hlm:
68
[30]
Sulaiman Bin Umar Al-Jamal, Hasyiah Al-Jamal, ,… Hlm: 68
[32] Ibid., hal.279
[33] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,..Hlm:
98
[34] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,…Hlm:
78
[35] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,….Hlm:
204
[36] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah ,..Hlm:
68
[37] Abi
Bakrin Usman Bin Muhammad Syatho Al-Dimyaty Al-Misry, Hasyiyah 'Ianah ,…Hlm:
167
[38]
Abdurrohman Bin Muhammad Bin Husen Bin Umar Ba'alawi, Bughyatul Mustarsyidin,
(Bairot: Dar Al-Kutub, 2004), Hlm: 76
[39] http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc,
(diakses : sabtu, 23 Maret 2013, pukul :
22.00)
[40] Wahbah
Az-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatih, (Maktabah Tsamilah: Versi
20.000, Tt), Hlm: 54
[41]
Taqiyyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Ad-Dimasqy, Kifayatul Ahyar Fii Halli
Ghoyatil Ihtishor, (Semarang: Toha Putra, Tt), Hlm: 221
Tidak ada komentar:
Posting Komentar