BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Di era yang
serba modern saat ini banyak sekali keberagaman fasilitas kemudahan yang telah
didapatkan. Seperti halnya saja banyak alat-alat modern (tekhnologi dan informasi) yang membantu mempermudah kinerja atau aktifitas
individu manusia maupun kelompok. Hp, televisi,
laptop/computer, internet, motor dan
masih banyak sekali aneka ragam alat elektronik modern yang itu merupakan hasil
produksi dari luar Indonesia.
Seiring masuknya berbagai alat kemudahan yang telah masuk, banyak
juga problem-problem atau efek negatif yang juga akan berpengaruh pada seluruh
kegiatan manusia. Pengaruh yang akan berefek negatif adalah pengaruh kepada agama,
budaya lokal, sosial, dsb.
Jika dihubungkan dengan Islam agar tetap menjaga segala nilai-nilai
yang telah diterapkan islam di awal dan mengatasi atau menyeimbangkan dengan
tekhnologi masa kini. Islam sangat perlu dan harus berdakwah dengan
metode-metode yang halus dengan pendekatan psikologis yang di miliki Islam
sendiri.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari dakwah kontemporer?
2.
Bagaimana problematika dakwah pada masa kini?
3.
Apa saja metode yang digunakan dalam dakwah kontemporer?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Mengetahui pengertian dakwah kontemporer.
2.
Mengetahui problematika dakwah pada masa kini.
3.
Mengetahui metode yang digunakan dalam dakwah kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dakwah Kontemporer
Dakwah kontemporer adalah Dakwah
yang dilakukan dengan cara menggunakan teknologi modern yang sedang berkembang.
Dakwah kontemporer ini sangat cocok apabila dilakukan di lingkungan masyarakat
kota atau masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan menengah ke atas.[1]
Teknis dakwah kontemporer ini
lain dengan dakwah kultural. Jika dakwah kultural dilakukan dengan cara
menyesuaikan budaya masyarakat setempat, tetapi dakwah kontemporer dilakukan
dengan cara mengikuti teknologi yang sedang berkembang. Persaingan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam bidang periklanan
adalah merupakan tantangan bagi para da’i kita untuk segera
berpindah dari kebiasaan dakwah kultural ke dakwah kontemporer. Dakwah
kontemporer yang dimaksud penulis adalah dakwah yang menggunakan fasilitas
teknologi modern sebagaimana iklan yang lagi semarak dewasa ini.[2]
Al-Qur’an yang selama ini banyak
disampaikan dengan cara tradisional, maka harus segera dirubah cara
penyampaiannya, yaitu dengan cara modern dengan menggunakan teknologi yang
sesuai dengan tuntutan zaman. Al-Qur’an sudah saatnya harus disampaikan dengan
menggunakan metode cepat dan tepat, yaitu dengan cara menggunakan fasilitas
komputer.
Munculnya teknologi di bidang
komputer ini sebenarnya sangat membantu bagi para da’i dalam menyampaikan
nilai-nilai Al-Qur’an dengan metode tematik. Walaupun kita sadari bahwa
para da’i kita banyak yang tidak bisa meng-operasionalkan
komputer dengan baik, sehingga banyak para da’i kita yang
tidak mampu untuk membuka Holy Qur’anyang lagi berkembang dewasa
ini.
Munculnya Holy Qur’an, Holy
Hadits dan beberapa CD kitab kutubut-turast merupakan
kemajuan yang luar biasa bagi umat Islam umumnya dan para da’i pada
khususnya untuk segera direalisasikan kepada pada umat yang selama ini dalam
menggali Al-Qur’an itu dengan metode tradisional. Dakwah yang menggunakan
fasilitas mimbar hanya akan didengar sebatas yang hadir pada acara tersebut.
Lain halnya dengan dakwah yang menggunakan fasilitas teknologi elektronik
seperti TV, internet dan teknologi modern lainnya, pasti akan lebih banyak
manfaatnya.[3]
Dari dua perbandingan di atas,
maka dakwah kontemporer yang memanfaatkan teknologi modern lebih banyak
manfaatnya dari pada dakwah kultural yang masih harus menyesuaikan dengan
kondisi budaya masing – masing daerah.
Materi dakwah yang tepat untuk
menghadapi masyarakat modern ini adalah materi kajian yang bersifat tematik.
Artinya Islam harus di kaji dengan cara mengambil tema – tema tertentu yang
sesuai dengan tuntutan zaman. Seperti nikah misyar, atau nikah yang didalamnya
terdapat persyaratan dari pihak zaujah untuk tidak dinafkahi. Sedangkan
fasilitas yang tepat adalah dengan menggunakan media cetak dan elektronik.
Kenapa demikian ? Karena dengan menggunakan media cetak dan elektronik hasilnya
akan lebih banyak serta jangkauannya lebih luas.[4]
B.
Problematika Dakwah Masa Kini
Metode dakwah Rasulullah SAW.
pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach)
dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui
pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada
musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah,
dengan menisbatkan pada lokasi – lokasi yang didiami para da’i dan muballigh.
Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah
ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada
orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan
itu berdosa dimata Allah.[5]
Dengan demikian, sebenarnya
dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada dasarnya setiap
muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan
bukti keikhlasan kepada Allah SWT.. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah
disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya
hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa. Para rasul dan nabi adalah
tokoh – tokoh dakwah yang paling terkemuka dalam sejarah umat manusia, karena
mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang sempurna.
Dibanding mereka, kita memang
belum apa – apa. Akan tetapi sebagai da’i dan muballigh,
kita wajib bersyukur karena telah memilih jalan yang benar, yakni bergabung
bersama barisan para rasul dan nabi dalam menjalankan misi risalah Islamiyah. Konsekuensi
dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan
rasul dalam menggerakkan dakwah amar ma‘ruf nahi munkar, dalam
kondisi dan situasi bagaimanapun.[6]
Problem dakwah masa kini yang
kita hadapi adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat eksternal
maupun internal.[7]
1.
Problem Eksternal
Problem eksternal dakwah untuk
masyarakat modern seperti di kota kota yang maju sangatlah banyak sekali.
Diantaranya:
a.
Maraknya kemaksiatan
Tantangan itu muncul dalam
berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku masyarakat kota dalam
mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas,
yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan – kerawanan moral dan etika.
Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan
karena disokong oleh kemajuan alat – alat teknologi informasi mutakhir seperti
siaran televisi, keeping – keeping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya.
Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas,
seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan
kriminal, serta menjamurnya tempat – tempat hiburan, siang atau malam,
yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa
malu. Problem sepertiini lebih dulu masuk pada masyarakat kota.[8]
Tidak asing lagi, akhirnya di
negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan
dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami
kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai
kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak
generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu.
Hal yang terakhir ini semakin
buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas
antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang
tak kenal batas. Ledakan – ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam
berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja.
b.
Kecerdasan masyarakat kota
Kecerdasan masyarakat kota juga
sebuah problem bagi seorang dai. Karena Kecerdasan masyarakat kota ini lebih
mengedepankan aspek logika dari pada keimanan semata. Disisi lain, dipungkiri
atau tidak, tingkat pendidikan sekolah masyarakat modern rata-rata pernah
mengenyam bangku SMA bahkan lebih tinggi. Padahal pada taraf-taraf tertentu
agama tidaklah bisa ditimbang 100% dengan logika. Seperti konsep tasawuf yang
lebih sering jauh dengan akal. Oleh sebab itu, seorang dai harus lebih pintar
mengemas bahasa dalam menyampaikan materi-materi dakwah agar lebih masuk akal
dan mengena kapada Kecerdasan masyarakat kota.[9]
c.
Keanekaragaman faham agama masyarakat kota
Keanekaragaman masyarakat kota
disebabkan sebagian besar penduduknya
dating dari berbagi daerah. Halini mengakibatkan keanekaragaman faham agama
masyarakat kota. Seperti faham Nahdlotul Ulama', faham Ahmadiyah, LDII, Persis
dan lain sebagainya. Hal ini juga sangat menguras pikiran bagi seorang dai
untuk mengemas dan menyampaikan materi dakwahnya.[10]
2.
Problem Internal
Kelemahan dan ketertinggalan umat
Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan
membuat langkah – langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya.
Bertolak dari factor – factor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin
kusut dan berlarut – larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut
persoalan yang dihadapi itu.[11]
Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA. dalam
bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima Pekerjaan
Rumah yang perlu di selesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang
tetap relevan, efektif, dan produktif:[12]
1.
Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius
untuk memproduksi juru – juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu
tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan
pula berbagai penguasaan dalam ilmu – ilmu teknologi informasi yang paling
mutakhir.
2.
Kedua, setiap organisasi Islam yang
berminat dalam tugas – tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari
hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah – masalah riil di lapangan, agar
jelas apa yang akan dilakukan.
3.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi
terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan
dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat
tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik) biliqtishadiyah (ekonomi),
dan sebagainya. Yang jelas, actions, speak louder than word.
4.
Keempat, media massa cetak dan terutama
media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang
dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila
udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan – pesan agama lain dan sepi
dari pesan – pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak
menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
5.
Kelima, merebut remaja Indonesia adalah
tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak – anak dan para remaja kita adalah aset
yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang
terjadi akibat invasi nilai – nilai non islami ke dalam jantung berbagai
komunitas Islam di Indonesia. Bila anak – anak dan remaja kita memiliki benteng
tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi
sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria. Menyimak
uraian – uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah
tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat
bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa
kini.[13]
Oleh sebab itu semuanya harus
dimanage kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh
tenaga – tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat
potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus
mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya
kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas
dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah,
efektif, dan produktif dalam penggunaanya.
C.
Aplikasi Metode Dakwah
Kontemporer
Metode dakwah adalah cara
mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip – prinsip
metode dakwah teknis dakwah kontemporer ini lain dengan dakwah kultural. Jika
dakwah kultural dilakukan dengan cara menyesuaikan budaya masyarakat setempat,
tetapi dakwah kontemporer dilakukan dengan cara mengikuti teknologi yang sedang
berkembang. Persaingan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
khususnya dalam bidang periklanan adalah merupakan tantangan bagi para da’i kita
untuk segera berpindah dari kebiasaan dakwah kultural ke dakwah kontemporer.
Dakwah kontemporer yang dimaksud penulis adalah dakwah yang menggunakan
fasilitas teknologi modern sebagaimana iklan yang lagi semarak dewasa ini,
namun jika mencermati firman Allah Swt. dalam Q.S. An-Nahl 16:125:[14]
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y
y7În/u
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
(
Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd
ß`|¡ômr&
4
¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
(
uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Artinya: “Serulah
[manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik .“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125].
Dari ayat tersebut dapat difahami
prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum
metode dakwah yaitu; Metode hikmah, metode mau’izah
khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak
penafsiran para Ulama terhadap tiga Prinsip metode tersebut antara lain:[15]
1.
Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa
hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat
mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
2.
Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang
lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya' Ulumuddin menegaskan
agar orang – orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa
yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa
para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong –
menolong dalam mencapai kebenaran.[17]
Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip
metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda: “Siapa
di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu,
ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang
terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim].
Dari hadis tersebut terdapat tiga
tahapan metode yaitu;
1.
Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami
secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga
tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan
kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2.
Metode dakwah dengan lisan [bil-lisan], maksudnya dengan
kata – kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u,
bukan dengan kata – kata yang keras dan menyakitkan hati.
3.
Metode dakwah dengan hati [bil-qolb], yang dimaksud dengan
metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap
mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau
objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan
mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh,
maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan
kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas
hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan
hidayah dari Allah SWT.. Selain dari metode tersebut,
4.
Metode bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh
prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Hanya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam
realitas kehidupan sehari – hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus
menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari – hari.
Keempat metode dakwah tersebut
diaplikasikan dalam berbagai pendekatan, diantarnya yaitu:
1.
Pendekatan Personal; Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual. Antara da’i dan mad’ulangsung
bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima.
Pendekatan Pendidikan; Pada masa Nabi, dakwah lewat
pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat.
Begitu juga pada masa sekarang ini,kita dapat melihat pendekatan pendidikan
teraplikasi dalam lembaga – lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak
Islam ataupun perguruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi
keislaman.
2.
Pendekatan Diskusi; Pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewatberbagai
diskusi keagamaan, da’i berperan sebagai nara sumber
sedang mad’u berperan sebagai undience.
3.
Pendekatan Penawaran; Cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan
sehingga mad’u ketika meresponinya tidak dalam keadaan
tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling
dalam.
4.
Pendekatan Misi; Maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman para da’i ke
daerah – daerah di luar tempat domisisli.[18]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode dakwah Rasulullah SAW. pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual
(personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa.
Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat
berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah
itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi – lokasi yang
didiami para da’i dan muballigh. Artinya, jika
pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu
hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang
melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu
berdosa di mata Allah.
Dengan demikian, sebenarnya
dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada
dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan
tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT..
Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang
masa. Para rasul dan nabi adalah tokoh – tokoh dakwah yang paling terkemuka
dalam sejarah umat manusia, karena mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang
sempurna.
Melihat persoalan ummat Islam di
atas, nampaknya dakwah Islam harus dilakukan dengan upaya yang seriaus dan
tidak hanya cukup dilakukan dengan dakwah bil lisan, dakwah yang
dibutuhkan adalah kerja nyata yang mampu menimbulkan perubahan – perubahan
sosial kemasyarakatan dan mampu memberikan solusi bagi permasalahan umat. Mudah
– mudahan Allah SWT. senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita
tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah.
Teknis dakwah kontemporer ini lain dengan dakwah kultural. Jika dakwah
kultural dilakukan dengan cara menyesuaikan budaya masyarakat setempat,tetapi
dakwah kontemporer dilakukan dengan cara mengikuti teknologi yang sedang
berkembang. Persaingan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
khususnya dalam bidang periklanan adalah, merupakan tantangan bagi para da’i kita
untuk segera berpindah dari kebiasaan dakwah kultural ke dakwah kontemporer.
Dakwah kontemporer yang dimaksud penulis adalah, dakwah yang menggunakan
fasilitas teknologi modern sebagaimana iklan yang lagi semarak dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
al-Ghozali, Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad. Ikhya' Ulumuddin. Libanon: Dar Al-Kutub
Ilmiyah. 2006.
Fatah, Rohadi
Abdul. Manajemen Dakwah Di Era Global. Jakarta: CV. Fauzan Inti Kreasi. 2004.
Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer. WaliSongo
Press IAIN. Semarang. 2006.
Muriah, Siti. Metodologi Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Mitra
Pustaka. 2000.
http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/makalah-metode-dakwah-solusi-untuk-menghadapi-problematika-dakwah-masa-kini-kontemporer/, di akses 06-05-2013 pukul 13:40 wib
http://alumnifiad.youneed.us/t44-dakwah-kontemporer
Wahid, Fathul. e-Dakwah:
Dakwah melalui Internet. Yogyakarta:
Gava Media. 2004.
Basit, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto: Stainpress. 2006.
Khasanah, Siti Uswatun. Berdakwah
Dengan Jalan Debat: antara muslim dan non muslim. Purwokerto: Stainpress.
2007.
[5] Rohadi Abdul
Fatah, Manajemen Dakwah Di Era Global, (Jakarta: CV. Fauzan Inti Kreasi,
2004), hlm: 14.
[7]
http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/makalah-metode-dakwah-solusi-untuk-menghadapi-problematika-dakwah-masa-kini-kontemporer/, di akses 06-05-2013 pukul 13:40 WIB.
[9] Ibid.,,,
[10] Muhammad
Shulton, Desain Ilmu Dakwah kajian ontologis epistemologis dan aksiologis,
(Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), hlm: 75
[12] Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer , (Purwokerto: Stainpress, 2006), hlm: 23
[13] Ibid.,,,
[15] Siti Uswatun Khasanah , Berdakwah
Dengan Jalan Debat: antara muslim dan non muslim, (Purwokerto: Stainpress, 2007)
[17] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali, Ikhya' Ulumuddin,
(Libanon: Dar Al-Kutub Ilmiyah, 2006), hlm: 66
[18] Siti Muriah , Metodologi
Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta,Mitra Pustaka, 2000, Cet.I), hlm: 49-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar