Halaman

Liat Siapa مزكي احمد

Kamis, 28 Maret 2013

MUNKIR AS-SUNNAH


MUNKIR AS-SUNNAH
BAB  I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Al-Sunnah adalah segala bentuk kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Yang telah dimaklumi oleh seluruh umat Islam yang mempunyai akal sehat sebagai salah satu sumber agama islam setelah Al-Qur’an. Namun dalam kenyataanya masih ada juga yang memungkiri akan keberadaan Al-Sunnah sebagai sumber otentik setelah Al-Qur’an.
Kalau memang Al-Sunnah tidak bisa dipakai, lantas bagaimana kita bisa melakukan ibadah? Karena dalam kenyataanya, orang tidaklah mungkin bisa melakukan haji, sholat, dan lain sebagainya jika murni hanya dengan teks Al-Qur’an. Seperti hadist yang diraiwayatkan oleh Abi Dawud:
قال رجل لعمران ابن الحصين: " يا أبا نُجَيد، إنكم لَتُحدثونا (2) بأحاديث ما نَجدُ لها أصلا في القرآنِ؟ فغَضبَ عمرانُ، وقال للرجل: أوجدتُم في كلِّ أربعينَ درهما درهم، ومن كلِّ كذا وكذا شاةً شاة، ومن كذا (3) وكذا بعيرا كذا وكذا، أوجدتُم هذا في القرآن؟ قال: لا، قال: فعمن (4) أخذتم هذا؟ أخذتُمُوه عنا، وأخذناه عن نبيِّ اللهِ- عليه السلام- وذكَرَ أشياء نحوَ هذا "
Seorang laki laki bertanya kepada Amrn Ibn Al-Husain “ hai Aba Nujaid! sesungguhnya kamu sekalian telah memberitakan beberapa Hadist yang tidak kami temukan dalam Al-Qur’an?” kemudian Amrn Ibn Al-Husain marah seraya berkata kepada laki-laki tersebut, “ apakah kamu pernah menemukan disetiap 40 dirham, satu dirham (yang dikeluarkan zakatnya) dan dari sekian kambing yang harus dikeluarkan kambing sekian, begitu pula sapi. apakah kamu pernah menemukan semua di dalam Al-Qur’an?” laki-laki itu menjawab “tidak..!” Amrn Ibn Al-Husain bertanya lagi, “lantas dari mana kamu mendapatkan bilangan tersebut? Kamu semua mendapat berita itu dari kami dan kami mendapatkan dari Nabi Alloh” kemudian dipaparkan seperti yang tadi.[1]
Kalao toh ada orang yang tidak memakai Al-Sunnah dia melakukan haji, sudah barang tentu hajinya tidak seperti Nabi. Lantas seperti apakah hajinya orang yang hanya melihat teks Al-Qur’an? Sulit dibayangkan.
Dari sini kita akan bahas lebih dalam dan kita akan tahu, bahwa orang tidak menerima Al-Sunnah murni karna kebodohan atau bahkan karena kesombongan yang membuat akal mereka hilang.


B.            Kerangka Masalah:
a)         Apa pengertiyan Ingkar Al-Sunnah?
b)        Siapa saja golongan Ingkar Al-Sunnah?
c)         Bagaimana argumen para Ingkar Al-Sunnah sevara?
d)        Bagaimana argument kelompok yang menolak hadist ahadi saja?
e)         Bagaimana argumen golongan yang menolak golongan Ingkar Al-Sunnah?

C.           Tujuan Pembahasan
a)         Untuk mengetahui Apa pengertiyan Ingkar Al-Sunnah.
b)         Untuk mengetahui Siapa saja golongan Ingkar Al-Sunnah.
c)         Untuk mengetahui argumen para Ingkar Al-Sunnah sevara.
d)        Untuk mengetahui argument kelompok yang menolak hadist ahadi saja.
e)        Untuk mengetahui Bagaimana argumen golongan yang menolak golongan Ingkar Al-Sunnah.













BAB  II
PEMBAHASAN

A.                Pengertiyan Ingkar Al-sunnah
Ingkar Al-Sunnah atau Mungkir As-Sunnah adalah istilah untuk golongan yang menolak As-Sunnah sebagai sumber kedua agama islam setelah Al-Qur’an. Atau golongan yang berpendapat bahwa sumber ajaran islam  hanya satu yakni Al-Qur’an. Istilah Ingkar Al-Sunnah muncul pada masa Bani Abbasiyah (750-1258M), karena pada masa Nabi, Khulafau Ar-Rosyidun, Tabi’in bahkan pada zaman Bani Ummayah, benih-benih Mungkir As-Sunnah belum mencul. Baru pada masa Bani Abbasiyah muncul dan dikenal dengan istilah Mungkir As-Sunnah atau Ingkar Al-Sunnah.[2] Disisi lain, ulama-ulama yang bersi keras membela As-Sunnah sebagai sumber ajaran bermunculan untuk membendung virus para Ingkar Al-Sunnah. Salah satunya adalah sang pendiri Madzhab Syafi’iyah, Muhammad Bin Idris Al-Syafi’i. karena kegigihannya membela As-Sunnah, para ulama’ semasa Al-Syafi’i memberi gelar padanya:
 ) ناصر الحديث ناصر السنة و ملتزم السنة (
Menurut Al-Syafi’i, dalam kitabnya Al-Umm  Ingkar Al-Sunnah ialah:
انكار السنة هو الطَّائِفَةِ التي رَدَّتْ الأَخْبَارَ كُلَّهَا
Inkarussunnah adalah golongan yang menolak seluruh hadist nabi sebagai sumber ajaran.[3]
Jadi, Ingkar Al-Sunnah adalah golongan yang menolak prioritas sunnah sebagai sumber ajaran islam, baik penolakan itu bersifat sebagian atau keseluruhan. Dari sini bayak ulamak yang memposisikan Ingkar Al-Sunnah sebagai Ingkar Al- Al-Qur’an, karena sanggat tidak mungkin orang bisa mengetahui bilangan rokat dluhur, zakatnya kambing dan lain-lain dengan hanya melihat Al-Qur’an. Sedangkan Al-Sunnah berfungsi menjelaskan isi Al-Qur’an.
B.                Golongan Ingkar Al-Sunnah
Diantara tokoh-tokoh yang menolak as-sunnah misalnya Dokter Taufiq Sidqy di Mesir, dia wafat pada tahun 1920 M, di Malaysia ada mantan ketua partai sosialis rakyat Malaysia, Kassim Ahmad. Tidak kalah menarik di Indonesia juga ada, antara lain, Muhammad Ircham Sutarto.[4]
Menurut Assyafi’i, dalam kitabnya Al-Umm mengklarifikasi mungkirussunah menjadi tiga golongan besar:
1)         Golongan yang menolak seluruh sunnah.
2)         Golongan yang menolak sunnah, kecuali sunnah yang memiliki kesamaan petunjuk dengan Al-Qur’an walaupun hadist mutawatir.
3)         Golongan yang menolak seluruh sunnah ahadi, dan menerima sunah yang mutawatir.[5]
 Menurut Muhammad Abu Zahwu, dalam kitabnya Al-Hadist Wa Al-Muhaddistun mengklarifikasi mungkirussunah menjadi dua golongan besar.
1)         Golongan yang menolah seluruh Hadist
a)        Golongan Zindik
b)        Sebagian dari golongan Khowarij, diantara bukti golongan ini sebagai pengejawantahan aqidahnya adalah, tidak menerima hukum cambuk bagi pezina sekalipun Zani Muhson. Sebab, di dalam Al-Qur’an tidak ada kejelasan mengenai hukum tersebut.
c)        Golongan Mu’tazilah, atau golongan yang memprioritaskan akal sebagai patokan penalaran hukum. Jadi bila terdapat hadist yang bertolakan dengan akal maka secara langsung mereka menolak akan kebenaranya. Diantara hadist yang mereka tolak adalah hadist tentang keharaman masuk neraka bagi orang yang pernah mengucapkan kalimah Tahlil, sekalipun dia pernah maksiat.
2)         Kelompok yang menolak Hadist Ahadi
Golongan yang menolak kehujahan Hadist Ahadi diantaranya:
a)        Golongan Qodariyah
b)        Golongan Rofidloh
c)        Sebagian kelompok dari Golongan Dhohiriyah.

C.                Argumen Para Ingkaru As-Sunnah
Argument penolakan para Mungkir As-Sunnah terhadap eksistensi sunnah sebagai penjelas Al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu dalil Naqli dan Aqli.


1.         Argument Naqli
Argument naqli adalah argument yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah. Banyak sekali argument Mungkir As-Sunnah untuk menolak sunnah, namun yang paling menonjol adalah:
a)        Al-Qur’an Surat Ibrohim Ayat: 4, Surat Yusuf Ayat: 2,  dan Surat Asy-Syu'ara Ayat: 192-195.
قال -تعالى-:  وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ [سورة إبراهيم: 4]
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka (QS. Ibrohim  Ayat: 4)
قال -تعالى-:  { إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ } [سورة يوسف: 2]
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya(QS. Yusuf  Ayat: 2)
قال -تعالى-:  { وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ * نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ * عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ * بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ } [سورة الشعراء: 192-195].
Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (QS. Asy-Syu'ara  Ayat: 192-195)
Al-Qur’an adalah teks berbahasa arab serta memakai logat bahasa arab, artinya Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad yang notabenya orang arab. Jadi Al-Qur’an memang disediakan untuk orang arab, maka sudah barang tentu Al-Qur’an sangat mudah difahami oleh orang yang memang menggunakan logat arab tanpa bantuan As-Sunah untuk menjelaskan isi teks Al-Qur’an tersebut.
b)        Al-Qur’an Surat Al-Nahl Ayat: 89, 44, 64 dan Surat Al-An’aam Ayat: 38
قال -تعالى-:  وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ [ النحل: 89  ]
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.Al-Nahl  Ayat: 89)
قال -تعالى-: وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ[ النحل: 44 ]
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.Al-Nahl  Ayat: 44)
قال -تعالى-: {وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدىً وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [ النحل: 64 ]
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Al-Nahl  Ayat: 64)
قال -تعالى-: 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ   
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An’aam  Ayat: 38)
Selain berbahasa arab, Al-Qur’an juga termasuk kitab yang sangat lengkap untuk menjawab seluruh permasalahan tentang agama. Jadi Al-Qur’an tidak perlu lagi As-Sunah untuk menjelaskan permasalahan lain, karena sudah terjawab semua dengan Al-Qur’an dan ajaran mengenai tatacara beribadah juga sudah pernah diajarkan Nabi Ibrohim, sudah barang tentu tidak butuh hadist lagi. Dari sini, Nabi tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan kepada umatnya. Nabi hanya menyampaikan saja dan tidak lebih. Sedangkan kewajiban mengikuti Nabi hanya berlaku semasa Nabi masih hidup, kemudian setelah nabi wafat kewajiban patuh itu berpindah kepada Ulil Amri.[6]
c)        Al-Qur’an Surat Al-Fatir Ayat: 31, QS. An-Najm  28. Dan QS. Saba’: 6
üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) z`ÏB É=»tGÅ3ø9$# uqèd ,ysø9$# $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ 3 ¨bÎ) ©!$# ¾ÍnÏŠ$t6ÏèÎ/ 7ŽÎ6sƒm: ׎ÅÁt/ 
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Yaitu Al kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS. Surat Al-Fatir Ayat: 31)
قال -تعالى-:  وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (6) [سورة سبإ (34): آية 6]
Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Saba’  Ayat: 6)
قال -تعالى-:  وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (28) [سورة النجم (28):]
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran(QS. An-Najm  Ayat: 28)
Ayat diatas menurut mereka As-Sunah adalah hujjah yang bersifat dzony, maka konsekuensinya tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Kemudian, karena agama tidak mungkin tidak pasti (dzonni), dan bahkan larangan keras mengamalkan agama dengan ketidak pastian, maka hujjah dzonny bukanlah sebuah kebenaran.[7] Padahal kita tahu, mayoritas hadis adalah dhonny.
d)       Adanya hadist nabi yang berisikan eksistensi sabdanya,
ما جَاءَكُمْ عَنِّي فَاعْرِضُوهُ على الْقُرْآنِ فَإِنْ وَافَقَهُ فَأَنَا قُلْته وَإِنْ خَالَفَهُ فلم أَقُلْهُ
Apap yang telah sampai kepadamu dariku, maka cocokanlah dengan kitab alloh. Maka apabila cocok akulah yang mangatakanya. Dan jika tidak maka aku tak mengatakannya.[8]
2.         Argument Aqli
Argument aqli adalah hujjah yang bertendensi dari akal. Hujjah para Ingkar As-Sunnah untuk menolak eksistensi hadist sebagi sumber ajaran islam, diantaranya:
a.         Menurut para Ingkar As-Sunnah, banyak hadist yang malah membuat kemunduran umat islam. Diantaranya hadist berkenaan tentang umat islam nantinya akan terpecah menjadi 73 golonggan.
b.        Secara historis, nabi pernah melarang para sahabat yang membukukan hadist. Dan selang lebih satu abad, barulah hadis hadist terkumpul. Dari sini para Ingkar As-Sunnah beranggapan bahwa kumpulan hadist sekarang ini, tak lain hanyalah sebuah kumpulan dongeng.
c.         Tidak jarang hadist yang bertentangan dari satu hadist dengan hadist lain, bahkan tak jarang hadist bertentangan dengan Al-Qur’an. Karena hadist tak mungkin bisa merusak hukum Al-Qur’an (Nasih Wa Mansuh).
d.        Kritik sanad hadist, menurut para Ingkar As-Sunnah banyak perowi yang tidak layak dan tidak pantas sebagai perawi, sebab banyaknya kecacatan dalam diri perawi.
D.                Argument kelompok yang menolak hadist ahadi
Kelompok ini menganggap hadist yang bisa dipakai hanyalah hadist mutawatir saja, sebab hadist mutawatir memiliki tingkat kehujjahahan Qot’iyah Al- Dilalah, sama dengan Al-Qur’an. Sedangkan untuk hadist yang ahadi tidak, sebab:
1.         Hadist ahadi tingkat kehujahannya hanyalah bersifat Dhonniyat Al-Dilalah, tidak pasti.
2.         Dimungkinkan sekali akan kealpaan para perowi, mungkin sebab lupa atau yang lain, karena tak sedikit hadis yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
3.         Melihat data historis yang menyatakan tidak sedikit hadist palsu, dan semua itu dilatar belakangi dengan berbagia sudut pandang. Mungkin karena kepentingan politik, kepentingan golongan atau bahkan kepentingan pribadi.
E.                Argumen Golongan Yang Menolak Golongan Ingkar Al-Sunnah
Hadist sebagai sumber agama kedua setelah Al-Qur’an menurut seluruh umat islam. Jadi ketika ada kelompok yang menganggap hadist tidak penting dengan berbagai alasan di atas, maka tak heran jika langsung mendapat sambutan hangat dari para Ulama’. Semua itu tak lain hanya untuk menghancurkan argument yang ternyata murni akan ketidak tahuan mereka pada hadist tersebut. Diantara hujah para pembela sunnah diantaranya:
1.         Kelemahan Dalil Naqli :
a.         Memang benar bila bahasa al quran adalah bahasa arab dan diturunkan di daerah yang memakai bahasa tersebut, namun Al-Qur’an Surat Ibrohim Ayat: 4, Surat Yusuf Ayat: 2, dan Surat Asy-Syu'ara Ayat: 192-195 ini sangatlah tidak menerangkan bahwasanya orang yang berbahasa arab bisa langsung faham. Karena banyak yang berbahasa arab malah tidak faham dengan bahasa arabnya Al-Qur’an. Di sisi lain bahasa arab dalam Al-Qur’an harus membutuhkan penjelas. Karena dalam bahasa arab ada kalam Ijaz, Mujmal, dan lain lain,[9] yang semua itu harus dijelaskan dengan hadist. Bahkan bukti nyata orang yang sangat mahir berbahasa arab, seperti ulama’ ulamak salaf mereka masih membutuhkan hadist untuk memahami Al-Qur’an.[10]
b.        Al-Qur’an Surat Al-Nahl Ayat: 89, 44, 64 dan Surat Al-An’aam  Ayat: 38 hanya menegaskan akan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk umat islam dan didalam Al-Qur’an terdiri dari beberapa muatan, diantaranya seperti yang di paparkan imam safii mengenai surat-surat tentang Al-Qur’an sebagai penjelasan beribadah :
1)        Al-Qur’an menerangkan berbagai kewajiban, larangan, dan teknis ibadah.
2)        Al-Qur’an menjelaskan hal-hal yang sifatnya global, misalkan kewajiban sholat.
3)        Dari keglobalan Al-Qur’an tersebut, maka hadistlah yang kemudian berbicara tentang teknis dan penjelasan Al-Qur’an secara terperinci.
4)        Dan dari keglobalan itu, Alloh juga mewajibkan kita untuk berijtihat menurut taraf berijtihad.[11]
 Dari sini cukup jelas, bahwa kedudukan hadist menurut surat Al-Nahl ayat 89, 44, 64 adalah sebagai penjelas Al-Qur’an sebagi sumber ajaran.[12]
Sungguh ironis juga, dalil yang dipakai untuk tatacara ibadah yang dipakai Mungkir As-Sunah ternyata masih global. Karena menurut mereka, mengenai tatacara ibadah sudah dicontohkan oleh Nabi Ibrohim, utusan Alloh sebelum nabi Muhammad. Lantas, bagaimana kita tahu ajaran Nabi Ibrohim tanpa perantara Hadist Nabi. Sedangkan jarak antara Nabi Ibrohim dan Nabi Muhammad tidak lah pendek. Disisi lain, di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa ajaran Nabi Muhammad lebih sempurna atau penyempurna dari ajaran yang dibawa Nabi Ibrohim dimasa silam. Maka sudah barang tentu ada ajaran yang belum diajarkan oleh Nabi Ibrohim dan itu diajarkan oleh Nabi Muhammad lewat hadistnya.[13]
Disisi lain, para pengingkar sunnah sendiri yang mengingkari perintah Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an dengan jelas didalam surat Al-Hasr : 7 yang berbunyi :
قال -تعالى-:  وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (7)
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya .
Sedangkan ayat Al-Qur’an surat Al-An’am perihal pemaknaan Al-Kitab tersebut banyak ulama’ yang memberikan penafsiran, diantaranya ada yang menafsiri lafad Al-Kitab adalah Al-Qur’an, ada juga yang memaknai Al-Kitab adalah Al-Lauhil Al-Mahfudz. Artinya segala sesuatu apapun tidaklah dialfakan oleh alloh kaitnya soal rizki baik hewan yang melata atau burung di Al-Lauhil Al-Mahfudz atau dalam Al-Qur’an.[14] Namun ketidak alapaan Al-Qur’an ini tidak memerinci segala ketentuan, semuanya bersifat global seperti kewajiban sholat dan ada yang terperinci misalnya tatacara wudlu, itupun tidak menjelaskan perihal niat dan tartib sebagai rukun.[15] Jadi, ayat tersebut malah mengharuskan pemakaian sunnah untuk memahami keglobalan alquran.
As-Syafi’i juga mengomentari tentang dalil naqli para ingkar As-sunah bahwa, meskipun semua hadist ditolak mereka, namun dalam kenyataanya sangat banyak hadist yang sama dengan Al-Qur’an, baik dari segi isi, lafal atau pelengkap Al-Qur’an. Oleh sebab pandangan tersebut mempunyai dua alasan:
Pertama, sebenaranya ironis juga, orang menolah hadist namun penolakan tersebut dengan menggunakan hadist juga. Artinya secara gak langsung mereka tidak menolak hadist.[16] Walaupun untuk sebagian hadist yang esensinya sama dengan Al-Qur’an.[17]
Kedua, mereka tidak menerima hadist kecuali memang benar-benar sandaran hukumnya ada pada Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an hanya menjelaskan kaidah-kaidah yang umum sedangkan As-Sunnah pada hukum terperinci.[18]
Artinya Al-Qur’an hanyalah memerintahkan akan wajibnya sholat, wajibnya zakat, sedangkan teknisnya haruslah bersumber dari hadis. Perkataan ini senada dengan yang dipaparkan Abdul Muhsin Al-Ubaadi bahwa :
ولا فرق بين السنة والقرآن في العمل. وأيضاً السنة داخلة في القرآن، ومأمور بها في القرآن، قال الله عز وجل: وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا [الحشر:7] فالسنة كلها داخلة تحت هذه الآية؛
Tidak adanya perbedaan antara alquran dengan hadist dalam kewajiban mengamalkanya sebagai sumbeer ajaran.begitu juga hokum hadist semuanya masuk dalam alquran jadi apa yang diperintah alam hadis itu sudah termaktub dalam alquran. Allloh berfirman : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah[19]
Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa sebenarnya, dalil-dalil Al-Qur’an yang dipakai oleh Ingkar Al-Sunnah tidaklah menolak eksistensi hadist sebagai sumber ajaran. Malah mendukung akan keharusan penjelasan hadis pada keterangan Al-Qur’an yang masih umum tadi.
c.         Dzonny yang dimaksud dalam ayat Al-Qur’an diatas (QS. Al fatir Ayat: 31 dan QS. Yunus 28. Dan QS. Saba’ : 6) adalah sangkaan yang berkaitan dengan keyakinan terhadap menyekutukan tuhan. Artinya, ayat itu tidak ada kaitanya dengan kekuatan hujjah hadist. Disisi lain, kita tahu bahwa ayat Al-Qur’an bersifat Qot’i Cuma pada wurudnya, sedangkan dilalahnya juga banyak yang dzonny. Sebaliknya Al-Sunnah juga banyak yang hujjahnya Qot’i. Dan para pengingkar sunah sering memakai interpretasi ayat Al-Qur’an yang jelas-jelas dilalahnya dzonni. Berarti, hujjah itu menjadi bumerang bagi mereka sendiri.
d.        Pernyataan para Ingkar Al-Sunnah dengan hadis tentang eksistensi sunnah diatas rupanya perlu ditinjau ulang, dikarenakan sangat lemahnya sanad disebabkan ada salah satu sanadnya yang terputus dan periwayatan yang majhul, bahkan ada periwayatanya yang berdusta. Maka hadist yang seperti ini jelas tidak bisa dipakai untuk hujjah. [20]
2.         Kelemahan Dalil Aqli
a.             Argument para Ingkar Al-Sunnah tentang kemunduran umat islam sangat tidak bisa dinalar. Karena islam pada masa klasik sekitar tahun 650-1000 M. benar-benar mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terbukti munculnya para ahli dari berbagai bidang keilmuan. Misalnya, bidang tafsir, tasawuf, fiqih, usul fiqh, ilmu kalam, tasawuf, sejarah, logika, dan masih banyak ilmu ilmu pengetahuan lainya.[21] Disamping itu, Al-Sunnah sebagaimana Al-Qur’an sangat banyak sekali yang mengintruksikan umat islam agar tidak terpecah belah.
b.             Umat islam sudah memperhatikan hadist sejak zaman nabi Muhammad masih hidup, diantara para sahabat yang menulis hadist pada masa itu adalah Ibn Abbas, Ibnu ‘Amr Bin Al-Ash dan para sahabat lainya. Bahkan Umar Bin Al-Khotob telah sengaja membagi bertugas dengan para tetangganya untuk menulis hadist. Pada zaman sahabat, banyak sekali pengajian hadist diantaranya pengajia Anas Bin Malik, kurang lebih empat puluh orang, pengajian Aisyah minimal tiga orang yang istiqomah mencatat di pengajian tersebut, pengajian Ibnu Abbas, pengajian Jabir Bin Abdulloh dan pengikutnya tidak hanya dari para pencatat, para tabi’in pun banyak yang mengikuti pengajian tersebut. Tradisi seperti ini terus berkelanjutan samapai zaman pencatatan resmi hadist.
c.             Pernyataan tentang banyaknya hadist yang bertentangan dengan Al-Qur’an, logika, sejarah atau dengan hadist lain bukan berati langsung memberkan pengertian semua hadist lemah (dhi’if) atau palsu. Hal ini karena Ulama’ sudah lebih dulu menciptakan ilmu Muhtalif Al-Hadist, ilmu Al-Nasih Wa Al-Mansuh dan ilmu Asbabul Wurud, artinya ketika ada hadist bertentangan tidak langsung dimaknai semua hadist adalah palsu dan harus ditolak kehujjahannya sebagai sumber ajaran islam.
d.            Dalam kritik sanad ada ilmu yang disebut Al-Jarhu Wa Al-Ta’dil dan ilmu Tahammulul Wa Ada’ Al-Hadist. Dua disiplin Ilmu ini berfungsi menilai secara kritis intelektual para periwayat hadist, serta metode yang dipakai mereka, untuk mendapatkan hasil hadist yang bisa dikategorikan ilmiyah. Karena keistiqohan perowi menjadi tolak ukur filterisasi hadist. Dan dua model ilmu itu juga sudah dikenal sejak zaman nabi, buktinya adalah para sahabat yang mendapat hadist biasanya dikonfirmasikan kepada beliau. Kemudian para Hulafu’ Al-Rosidun serta Aisyah juga dikenal sebagai ahli kritik hadist baik dalam hal matan ataupun sanad.
3.         Kelemahan yang menolak hadist ahadi
Ketika hadist ahadi ditolak sebab setatus beritanya zdonniyah, tidak seperti mutawatir qoth’i. maka pertanyaanya, mengapa nabi pernah menetapkan awal bulan Romadlon lantaran menerima berita dari seseorang yang dapat dipercaya, tentang munculnya bulan baru. Dalam sejarah, Nabi juga pernah mengutus para sahabat untuk berdakwah yang jumlanya tidak sampai mutawatir. Dan ketika turunya ayat tentang perubahan arah kiblat dari berita satu orang yang dapat dipercaya, umat islam langsung memakai berita tersebut sebagai hujjah bergesernya arah kiblat, Maka jawabanya adalah telah dicontohkan nabi tentang berita dari satu orang bisa dipakai tidak harus mutawatir, bahkan wajib diterima walaupun dari satu orang.[22] Kelemahan dua item terahir sudah jelas dalam pembahasan mengenai keilmiyahan Ilmu Jarh Wa Al-Ta’dil diatas.
BAB  III
PENUTUP

A.             Kesimpulan
Ada tiga alasan besar yang melatar belakangi kenapa orang tidak mau menerima Al-Hadist. Pertama, keegoisan, bagamana tidak egois, jika sebenarnya kehujahan hadis baik dalil aqli atau naqli sebenarnya kuat dan mereka tetap tidak menerima hadist. Kedua, kecerobohan atau ketidak fahaman mereka dengan ilmu hadist. Karena melihat dari hujjah mereka banyak titik kelemahan dan jika ditelusuri ternyata mereka belum faham dengan hujjah lain yang menopang dalil kehujjahan Al-Hadist. Ketiga, keimanan mereka dengan Nabi Muhammad. Jika orang sudah punya iman yang sempurna, sudah barang tentu mereka pasti menerima apapun yang datang dari Nabi Muhammad SAW.

B.              Saran
Kajian ilmiah ini masih sangat umum dan masih sangat dasar, artinya belum menggolongkan kelompok tertentu yang ada saat ini untuk dimasukkan pada mungkir As-sunnah atau tidak. Karena ahir-ahir ini banyak juga aliran baru yang bermunculan dengan mengatas namakan ormas islam namun tidak menerima seluruh hadist. Sebagian dari aliran saat ini ada yang tidak menerima hadist tertentu  dikarenakan tidak masuk akal. Ada lagi aliran yang tidak menerima hadist selain dari imam Buchori dan Muslim seperti aliran wahabi atau dikenal dengan istilah salafi. Dan alangkah lebih lengkap lagi jika dimasukkan juga hujjah-hujjah kelompok-kelompok tersebut, biar kita bisa menghukumi mana golongan disekitar kita yang masuk pada gerakan Ingkar As-Sunnah.








DAFTAR  PUSTAKA

Al-Suyuty, Jalaluddin. Jami’ Al-Shogir. Surabaya: Al-Hidayah, Tt.

Al-Mahally, Muhammad Ibnu Ahmad. Hasyiyah Al ‘Alamah Al-Banani Juz: 1 Semarang: Thoha Putra, Tt.

At-Thobari, Muhammad Bin Jarir Abu Ja’far, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur-An, Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000.

Al Ubadi, Abdul Muhsin, Sarh sunan Abi Dawud, Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000.

Al-Syafi’I, Muhammad Bin Idris, Al-Umm, Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000.

Al-Qurbuty, Asim, Muhadloroh Al-Dauroh Al-Maftuhah, Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000.

Bin Abd Rohman, Abdulloh, Ahbarul Ahadi Fi Al-Hadist Nabawi, Maktabah Tsamila, Versi:10.000.

Ismail, Syuhudi, Hadist Nabi Menurut Pembela Pengingkar Dan Pemalsu, Jakarta: Gema Insani Pres, Cet: 1, 1995.

Zein, M. Ma’sum, Ulumul Hadist & Mustholah Hadist, Jombang: Darul Hikmah Cet : 1, 2008.






[1] Abdul Muhsin Al-Ubadi, Syarhul Abi Dawud Juz:6 (Digital Maktabah Al-Tsamilah, versi 10.000, TT), hlm: 217.
[2] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela Pengingkar Dan Pemalsu (Jakarta: Gema Insani Pres, Cet: 1, 1995) Hlm 14.
[3] M. Ma’sum Zein, Ulumul Hadist & Mustholah Hadist (Jombang: Darul Hikmah Cet : 1, 2008), hlm: 30.
[4] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela ,.. Hlm: 15.
[5] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 16.
[6] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 28.
[7] Abdulloh Bin Abd Rohman, Ahbarul Ahadi Fi Al-Hadist Nabawi (Maktabah Tsamila, Versi:10.000) Hlm: 81لقد تضمنت هذه الآيات النهي عن القول على الله في دينه بلا علم، وعن اتباع الإنسان ما ليس له به علم، والنهي عن التعبد بموجب الظن وما تهواه النفس، وأخبر أن هذا الظن ليس من الحق في شيء.
[8] Jalaluddin Al-Suyuty, Jami’ Al-Shogir (Surabaya: Al-Hidayah, TT), Hlm:15
[9] Muhammad Bin Jarir Abu Ja’far At-Thobari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur-An, Juz: 1 (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm: 11 lihat: إذْ كان موجودًا في كلام العرب الإيجازُ والاختصارُ، والاجتزاءُ بالإخفاء من الإظهار، وبالقلة من الإكثار في بعض الأحوال،
[10] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 29.
[11] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 22.
[12] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 22.
[13] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 25.
[14] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 26
[15]Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally, Hasyiyah Al ‘Alamah Al-Banani Juz: 1 (Semarang: Thoha Putra, Tt), Hlm: 34
[16] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 29.
[17] M. Ma’sum Zein, Ulumul Hadist & ,…hlm 44.
[18] M. Ma’sum Zein, Ulumul Hadist & ,… hlm 30.
[19] Abdul Muhsin Al Ubadi, Sarh sunan Abi Dawud, Juz: 8 (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm: 362
[20] Muhammad Bin Idris Al-Syafi’i, Al-Umm Juz: 7 (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm:15 Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela,… Hlm 16.
[21] M. Ma’sum Zein, Ulumul Hadist & ,.. hlm 30.
Lihat: Harun Nasutian,islam ditinjau dari berbagai aspeknya (Jakarta, UI. Pres 1978), Hlm: 56-74
[22] Asim Al-Qurbuty, Muhadloroh Al-Dauroh Al-Maftuhah Juz: 8 (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm: 101 lihat : أن الرسولَ - صلى الله عليه وسلم - كان يرسلُ الواحدَ من الصحابةِ يُبَلِّغُ ويَدْعُو ، فَبِمَ كان يدعو؟ وإلى ماذا كان يدعو ؟ هل يدعو إلى الأحْكامِ فقط دون العقيدة ؟ حاشا وكلا . وإنما كما قال النبي - صلى الله عليه وسلم - لمعاذٍ : " إنك تأتي قوماً أهلَ كتابٍ فليكن أوَّلَ ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله .." الحديث .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar