Halaman

Liat Siapa مزكي احمد

Jumat, 22 Maret 2013

SI TIMOR LENG


TIMOR LENG


BAB  I
PENDAHULUAN

A.                         Latar Belakang Masalah
Setelah berabad-abad lamanya, orang Islam berhasil menorah tinta emas dalam buku sejarah peradabanya, dalam ruang lingkup Dunia yang tak tertandingi. Puncaknya pada masa bani Abbasiyah, Islam bak tinggi menjulang kelangit bagi seluruh penguasa di Dunia. Maka tak heran bila pada masa itu bermunculan keilmuan yang bermacam macam keluar dari perut islam. Kini kejayaan itu rata dengan tanah, semuanya musnah. Kenyataan pahit itu harus dialamai kaum muslimin lantaran banyak faktor yang dialami. Pertama faktor internal, diantaranya, banyaknya perpecahan di dalam tubuh umat Islam itu sendiri, kemudian perilaku suka berfoya-foya dan bermegah-megahan para penguasa terahir masa Bani Abbasiyah. Sehingga tak jarang terjadi perang saudara dalam tubuh Islam sendiri, demi merebutkan kekuasaan yang gemilang.
.
B.                          Kerangka masalah:
1.      Bagaimana sejarah peradaban islam pada masa dinasti-dinasti kecil dan masa kemunduran peradaban Islam (1250-1500)?
2.      Bagaimana sejarah Dinasti Il-khan, Dinasti Timur Lenk dan Dinasti Mamalik?

C.                         Tujuan pembahasan:
1.      Untuk mengetahui sejarah Islam pada masa dinasti-dinasti kecil dan masa kemunduran peradaban Islam (1250-1500) (1250-1500)?
2.      Untuk mengetahui sejarah Dinasti Il-khan, Dinasti Timur Lenk dan Dinasti Mamalik?







BAB  II
PEMBAHASAN

A.                Masa dinasti-dinasti kecil dan masa kemunduran Islam (1250-1500)
Ketika membahas dinasti dinasti kecil paska kemunduran umat Islam berarti yang dimaksud adalah pergeseran dinasti dinasti kecil yang keluar dari tubuh bani Abbasiyah, lantaran kemajuan besar yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan bermewah-mewahan ditambah dengan kelemahan Khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Dari dua belas khalifah pada periode kedua Bani Abbasiyah, hanya empat orang yang wafat dengan wajar. Selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahta dengan paksa.
Banyaknya konflik dalam Islam serta ambisi para penguasa yang menginginkan membuat dinasti mandiri dan otonomi sendiri tanpa campur tangan dari bani Abbasiyah. Ahirnya ketika tentara khalifah melemah, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari pusat kekuasaan, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Disisi lain, tidak terasa bahwa di timur jauh yakni penduduk di daerah pegunungan Mongolia telah berdiri kerajaan besar dan berkekuatan besar pula hendak memporak-porandakan Baghdad. Dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Kekhalifahan Abbasiyah seluruhnya berjumlah 26 dinasti.[1]
Dinasti dinasti kecil itu diantaranya:
1)        Dinasti Idrisiyah (789-985 M.)
Munculnya Dinasti Idrisiyah murni karena kekecewan kelompok Alawiyun terhadab Bani Abbasiyah yang menurut mereka telah berhianat. Lantaran janji dari Bani Abbasiyah akan memberikan haknya yang telah dirampas oleh Bani Umayyah. Namun setelah membantu membesarkan Bani Abbasiyah, hak itupun belum dipenuhi. Ahirnya kelompok Alawiyun ini melakukan pemberontakan beberapa kali. Namun malah membuat pemuka-pemuka mereka mati terbunuh karena kala itu Bani Abbasiyah masih kuat. Dari beberapa kali pemberontakan itu masih ada dua orang kelompok Alawiyun yang hidup karena bisa melarikan diri, yakni Idris Ibnu Abdillah dan saudaranya Yahya Ibnu Abdillah.
Idris Ibnu Abdillah lari menuju maroko dan membangun Dinasti yang disebut Dinasti Idrisiyah. Dia memilih di Maroko sebab ada dua alasan yang melatar belakanginya. Pertama, bangsa Barbar di Maroko menerima kehadiranya dengan tangan terbuka karena Idris Ibnu Abdillah mempunyai garis keturunan dengan Rosululloh dan Ali. Di samping itu, karena orang Barbar menganggap Bani Abbasiyah telah berbuat dlolim. Kedua, Maroko sangat kondusif untuk mendirikan kekuasaan yang otonom.[2]
2)        Dinasti Aghlabiyah (800-909)
Nama Dinasti Aglabiyah dinisbatkan kepada Ibrohim Ibnu Al-Aghlab, seorang perwira dalam barisan tentara Bani Abbasiyah. Yakni pada masa khalifah Harun Al-Rosid. Ketika adanya dua kekuatan besar muncul dari bagian barat Afrika utara. Yakni kelompok Khowarij dan Bani Idrisiyah yang beraliran Syi’ah. Oleh karena itu Harun Al-Rosid mengirimkan tentara ke Ifriqiyah, yang dipimpin oleh Ibrohim Ibnu Al-Aghlab dan berhasil memukul mundur kelompok Khowarij. Kemudian Ibrohim Ibnu Al-Aghlab mengajuakan permintaan kepada kholifah Harun Al-Rosid untuk menghadiyahkan wilayah Ifriqiyah kepadanya dan keturunannya secara permanen, atas cirri payahnya memukul mundur kelompok Khowarij tersebut. Tak hanya itu saja, Ibrohim Ibnu Al-Aghlab juga menjanjikan akan memberikan upeti ke Baghdad sebesar 40.000 dinar setiap tahunya. Harun Al-Rosid ahirnya menyetujui permintaan Ibrohim Ibnu Al-Aghlab.
Tak hanya itu saja, selang satu tahun Harun Al-Rosid juga memberikan hak otonom penuh kepada Ibrohim Ibnu Al-Aghlab untuk mengatur wilayahnya dan kebijakan politinya tanpa campur tangan dari Bani Abbasiyah. Kemudian Ibrohim Ibnu Al-Aghlab membina wilayahnya tersebut bersama keturunannya dan ahirnya disebut dengan dinasti aghlabiyah, yang dinisbatkan kepada Ibrohim Ibnu Al-Aghlab.[3]
3)        Dinasti Thulunniyah (868-905)
Sejarah berdirinya Dinasti Thuluniyah bermula dari penghianatan seorang budak yang dijadikan pengawal istana Al-Musta’in, namanya Bayakbek. Pada saat terjadinya penggulingan kekuasaan oleh Al-Mu’tazz, Bayakbek memilih bergabung dengan Al-Mu’taz dan bersama-sama Al-Mu’taz menggulingkan Al-Musta’in. Setelah Al-Musta’in kalah, Al-Mu’taz memberikan jabatan tinggi kepada orang-orang yang berjasa ketika penggulingan Al-Musta’in. Jadi, sudah barang tentu sang budak Bayakbek, mendapatkan hadiyah dari Al-Mu’taz. Bayambek diberi kekuasaan untuk memjadi gubernur di wilayah Mesir. Namun oleh Bayakbek jabatan itu diberikan kepada anaknya, Ibnu Thulun. Ahirnya berdirilah Dinasti Thulunniyah.
Setelah itu, Dinasti Thulunniyah melepaskan diri dari kekhalifahan Abbasiyah. Bahkan ia mampu menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo dan Antiokia.[4]
4)        Dinasti Ikhsidiyah (935-969)
Dinasti ini muncul setelah hancurnya Dinasti Thulunniyah, yang berpusat di Fustat. Pendiri Dinasti Ikhsidiyah adalah seorang militer Turki yang telah lama mengabdikan dirinya kepada Bani Abbasiyah. Namanya Muhammad Ibnu Tughji. Perjalanan keberhasilan Muhammad Ibnu Tughji ini mirib dengan Ibrohim ibnu Al Aghlab. Yakni, karena keberhasilannya meredam pemberontakan yang dilakukan oleh Dinasti Fatimiyyah di Mesir, maka dia diberi gelar Al-Aikhsyid. Awalya dia juga gubernur yang berada di bawah payung Bani Abbasyiah, kemudian mendapat semacam otonom husus yang ahirnya dikelola sendiri bersama keluarganya.[5]
5)        Dinasti Hamdaniyah (905-1004)
Dinasti Hamdaniyah adalah satu satunya dinasti kecil yang mempunyai cabang, di Aleppo. Pusat dari Dinasti Hamdaniyah adalah di Mousul.
Awalnya, gerakan keluarga Hamdani ini muncul pada masa khalifah Al- Mu’tadhid dan sangat menentang kekhalifahan Bani Abbasiyah. Karena kegagalannya menentang Bani Abbasyah, seluruh keluarganya ditawan oleh Bani Abbasiyah. Kemudian seluruh keluarganya ditawan itu dikeluarkan karena Al-Husain Ibnu Hamdan berhasil menangkap tokoh khowarij yang bernama Harun Al-Syari. Tidak itu saja, dia juga diberi kekuasaan sebagai gubernur di Mousul. Akan tetapi, kejayaan dinasti ini puncaknya ketika dipegang ke-dua anaknya, Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdulloh yang bergelar Nashir Al-Daulah yang berkuasa di Mousul kemudian bisa mempunyai otonom sendiri dan yang satunya Abu Al-Mahasin Ibnu Abdulloh berkuasa di Aleppo. Setelah itu dia juga dikenal sebagai pendiri Dinasti Hamdaniyah di Aleppo.[6]
B.                 Sejarah Dinasti Il-khan, Timur Lenk dan Dinasti Mamalik
1.      Dinasti Il-khan
Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap oleh keganasan pasukan Mongol.
Awal berdirinya Dinasti Il-khan adalah permulaan dimana bangsa mongol masuk pada paradaban Islam di baghdad. Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku besar, Mongol dan Tartar. Dan Il-Khan adalah keturunan Alanja Khan dari jalur Mongol. Yakni cucu dari Timujin yang mendapat gelar Jengis Khan atau raja yang perkasa. Dia mendapat gelar itu karena keberhasilannya yang luar biasa dan Dalam waktu 30 tahun, ia dapat memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. [7]
Setelah Jengis Khan tewas, tahta Mongol diteruskan oleh empat anaknya, yakni Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli. Dan setelah Tuli meninggal, tahta itu diteruskan anaknya, Hulagu Khan. Dari Hulagu Khan inilah, awal permulaan Dinasti Il-khan. Artinya, dinasti il-khan sudah berdiri sendiri dan bisa dikatakan beda dengan bangsa Mongol. Namun Dinasti Il-khan adalah Dinasti yang keluar dari perut Mongol.
Pada tahun (1258), tentara Dinasti Il-khan tiba disalah satu pintu Baghdad dengan berkekuatan 200 ribu orang pasukan. Bani Abbasiyah yang pada waktu itu dikhalifahi oleh Al-Musta’in tidak bisa menahan serangan Dinasti Il-khan ahirnya terjadilah Bagdad sebagai keraajaan islam besar rata dengan tanah. Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Il-khan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Sebenarnya, faktor terbesar kekalahan bani abbasiyah di tangan Dinasti Il-khan adalah penghianatan wazir Bani Abbasyah, Ibnu Al-Qumi. Dan mengakibatkan Al-Musta’in mati saat perundingan yang disekenario oleh Ibnu Al-Qumi. Ahirnya Bagdad benar-benar diratakan dengan tanah oleh Dinasti Il-khan. Umat Islam, dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama syamanisme (penyembah bintang-bintang dan sujud kepada Matahari yang sedang terbit).
Meskipun Baghdad telah dihancurkan oleh Hulagu Khan, ia menetap di Baghdad selama dua tahun, sebelum ia merambah ke Mesir dan Syria. Pada tahun 1260 Hulagu Khan berhasil menduduki Nablus dan Gaza.
Panglima Dinasti Il-khan, Kitbugho mengirim utusan kepada raja di Mesir, supaya rajanya yang bernama Qutuz menyerah. Namun di Mesir sang utusan mendapat sambutan hangat dan tak terduga, dari Qutuz. Utusan itu dibunuh yang ahirnya menjadi penyebab kemarahan Dinasti Il-khan. Puncak dari perhelatan Dinasti Il-khan dan bangsa Mesir ketika Kitbugho melintasi Yordania menuju Galilia, 3 September 1260 di ‘Ain Jalut. Bangsa Mesir yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybras berhasil memukul mundur Dinasti Il-khan.
Daerah yang dikuasai Dinasti Il-khan terletak antara Asia kecil di barat dan India di timur dengan ibu kota Tabriz.[8]
Demikianlah kondisi dunia Arab, terutama Baghdad dan sebagian besar derah-daerah kerajan Islam lainnya dikuasi oleh bangsa Mongolia selama kurang lebih 85 tahun dibawah perintah Dinasti Il-khan, yang tentunya kehadiran mereka lebih banyak membawa kehancuran dan kemunduran dunia Islam.
Hulagu Khan meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga (1265-1282 M) yang masuk Kristen. Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder (1282-1284M), yang masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun (1284-1291 M) yang kemudian menggantikannya menjadi raja. Raja dinasti Il-khan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir .
Selain Teguder, Mahmud Ghazan ( 1295-1304 M), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali .
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. la seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. la amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti Astronomi, Kimia, Mineralogi, Metalurgi dan Botani. la membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk Mazhab Syafi'i dan Hanafi, sebuah Perpustakaan, Observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. la wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317 M), seorang penganut syi'ah yang ekstrim. la mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa'id (1317-1335 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Il-khan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.
Kurun raja Dinasti Il-khan[9]
  1. Hulagu Khan (1256-1265)
9.   Abu Sa' id ( 1317-1335 M)
  1. Abaga ( 1265-1282 M)
10. Arpa (1335 M)
  1. Ahmad Teguder ( 1282-1284M)
11. Musa (1336 M)
  1. Arghun (1284-1291 M)
12. Muhammad (1336-1337 M)
  1. Gayghatu (1291-1295 M)
13. Ali (1337 M)
  1. Baydu (1295 M)
14. Jahar Timur( 1338-1339 M)
  1. Mahmud Ghazan (1295-1304 M)
15. Sati Bek ( 1338-1340 M)
  1. Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317 M)
16. Sulaiman ( 1339-1343 M)

2.      Dinasti timur lenk (1336-1404)
Timur lenk, nama yang tak sing lagi di telinga ketika membahas kemunduran peradapan umat islam. Dia salah satu pemimpin paling brutal. Lantaran di tangannyalah kebesaran islam runtuh rata dengan tanah. Timur Lenk juga dikenal dengan nama Tamerlane (Bahasa Turki Chagatai: Tēmōr yang berarti "besi"), juga dikenal sebagai Temur, Timur Lenk, Taimur, atau Timur i Leng, yang artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang sejak lahir. Konon ia penganut Syi’ah yang ta’at dan menyukai tarekat Naqsyabandiyah. Dalam setiap perjalanannya ia selalu mengikutsertakan para ulama, sastrawan dan seniman. Ia sangat menghormati para ulama. Ketika ia berusaha menaklukkan Syria utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sulthan Faraj untuk membicarakan perdamaian.[10] Timur lenk adalah seorang turki dari lembah Sry yang dibesarkan di Negara mongol Chghaytay di Samarkand.[11] Timur lenk adalah keturunan mongol yang memeluk agama islam, ayahnya bernama Taragai, seorang kepala suku Barlas di wilayah Uzbekistan. Lahir pada 8 april 1336 M. sejak usia 12 tahun ia sudah terlibat dalam medan perang. Setelah ayahnya tewas, dia bergabung dengan pasukan gubernur Tansoxiana.[12] Sekalipun timor lenk beragama islam, namun pandangnnya tentang islam fanatik, kejam dan keras.  Dia juga memutuskan hubungannya dengan ulama’ konservatif (kolot) dan doktrin kasih sayang sufi. Dia mengaku bahwa dirinya dikirim oleh Alloh untuk menghukum para Amir yang dlolim. Tujuanya adalah membentuk tatanan pemerintahan yang bersih dari korupsi.[13]
Dunia ketenteraan merupakan pilihan hidupnya, lalu dia pun bergabung sebagai tentera dengan penguasa tempatan, Amir Husein. Pada 1360 M, Timur telah menjadi seorang pemimpin tentera yang mashyur. Timur dikenali sebagai panglima yang gigih dalam mempertahankan wilayahnya dari ancaman Tughluq Timur Khan, penguasa Dinasti Chagatai. Ketangkasan dan kehebatannya membuatkan penguasa Dinasti Chagatai bergidik. Tuglaq lalu menawarkan sebuah jabatan kepada Timur yaitu menjadi pembantu utama (wazir) Gubernur Samarkand, Ilyas. Timur pun menerima tawaran itu. Bersama Amir Husein, Timur lalu melakukan pemberontakan dan mengalahkan pasukan Tuglaq Timur Khan hingga membuat Dinasti Chagatai hancur binasa. Kemudian ia bersekongkol dengan iparnya amir Husain, untuk memberontak kepemimpinan thuglugh. Pada 10 april 1370, penyerbuan yang berhasil menewaskan tuglugh. Kemudian dia juga membunuh iparnya, amir husen. Ahirnya si timor pincang memproklamirkan dirinya sebagai pemimpin tunggal.[14]
Timur Lenk berencana untuk menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengiskhan. Ia berkata : “Sebagaiamana hanya ada satu Tuhan di alam ini , maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.”Pada tahun 1381 M. ia menaklukkan Khurasan, terus ke Afganistan, Persia, Fars dan Kurdistan.
Di setiap negeri yang ditaklukkannya ia mengadakan pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja yang menghalangi rencananya, misalnya di Afganistan ia membangun menara yang disusun dari 2000 mayat yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Aleppo, Syria ia membangun menara dari 20 ribu kepala manusia yang sudah dipisahkan dari badannya. Di Bagdad, 20 ribu kepala penduduk dibantainya. Di India ia membantai lebih dari 80 ribu tawanan. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup. Pada tahun 1401 M. ia memasuki daerah Syria bagian utara.[15]
Si timur pincang itu juga menggempur kesultanan usmani di Turki yang dipimpin langsung oleh bayazid, dan bayazid mati sebagai tawanan timur, serta kesultanan mamluk di Mesir juga tak luput dari keganasannya. Namun, seperti yang terjadi saat menghadang pasukan halagu, mesir ahirnya selamat dari kebringasan si pincang. Sekolah dan masjid di sekitar Irak dihancurkan. Masjid Umayah di Damaskus dihancurkan hingga tinggal dindingnya. Si pincang benar-benar menghancurkan peradaban umat islam secara total. Bagdad belum benar benar pulih dari serangan Hulagu, kini remuk kembali oleh kebiadaban si pincang.[16]
Setelah wilayah asia barat dan asia tengah rata dengan tanah, kini Timur Lenk kembali ke Samarkhand. Ia berencana mengadakan invasi (penyerbuan) ke Cina, Namun di tengah perjalanan ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya padda tahun 1404 tepat pada usia 71 tahun.[17]
Setelah kematian timur, dua orang anaknya, Muhammad jehanekir dan kholil saling berebut kursi ayahnya. Terjadilah perang saudara yang hebat sekali dan dimenangkan oleh kholil (1404-1404). Namun kepemimpinan kholil tidak lama, lantaran dikudeta (perebutan kekuasaan dengan kekerasan) oleh saudaranya yang lain, Syah ruhk (1404-1447). Setelah syah ruhk meninggal digantikan oleh anaknya Ulugh bay (1447-1449). Dan pada masa 1469 kekuasaan Negara timur lenk ambruk tak tersisa.[18]
3.      Dinasti mamalik
Satu-satunya negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol ini adalah Mesir yang ketika itu dipimpin oleh dinasti Mamalik.
Sultan al-Malik al-Salih (1240 M-1249 M) menempatkan para budak tersebut pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa kekuasaannya, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material . Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia, yaitu daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Baghdad, Istanbul dan Mesir. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mameluk Bahri (bahr artinya laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Syirkasiah yang didatangkan oleh Sultan Qalawun (1279-1290) ketika dirasa para Mamluk Bahri akan dapat mengancam kekuasaannya dan kemudian mereka ditempatkan di menara-menara benteng dan akhirnya dijuluki dengan Mamluk Burji (buruj artinya menara).[19]
Pada masa al-Malik al-Salih berkuasa, para budak itu secara bergelombang didatangkan untuk dapat mempertahankan kekuasaannya dari segala rongrongan yang dapat mengganggu tampuk kekuasaannya. Oleh karena itu mereka secara simultan dapat membangun solidaritas yang tinggi bagi kelangsungan kekuasaan mereka kelak jika terjadi pergantian kepemimpinan sultan (suksesi), terlebih mereka seringkali ditakutkan dengan kehadiran suku kurdi yang dipercaya sebagai tentara pengaman Sultan al-Malik al-Kamil.[20]
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Ghiyats al-Din Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Kondisi ini mendorong para mamluk untuk melakukan kudeta dan akhirnya pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Izzudin Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr bin Abdullah (Ummu Khalil), seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarah al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Izzudin Aybak (649 H) dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Setelah lima hari berkuasa dan dinobatkan sebagai raja baru menggantikan Turansah, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Mudzofar al-Din Musa yang masih berumur 10 tahun-an sebagai ”Sultan Syar’i” (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.[21]
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, ”al-Malik al-Manshur” Nurudin Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, ”al-Malik al-Mudzaffar” Saifudin Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Ruknuddin Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik .[22]
Pada perjalanan pulang dari Damaskus menuju ke Mesir, di daerah antara Ghazaliyah dan Shalihiyah, pada akhir bulan Dzul Qa’dah, beberapa pemimpin daerah tersebut berkonspirasi dengan Baybar untuk membunuh Qutuz. Dan mereka pun berhasil membunuhnya. Kemudian Baybars al-Bandaqdari, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M) yang diberi gelar “al-malik al-Dzahir” . Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur diantara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti mamalik.
Sejarah dinasti Mamalik ini berakhir pada tahun 1517 M dikalahkan oleh Kerajaan Turki Usmani. Dinasti ini secara keseluruhan dibagi menjadi dua periode; Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M dan hamper setengah abad berkuasa di Mesir dan melahirkan 24 Sultan. Kedua periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M dan berhasil melahirkan 23 sultan .[23]



























BAB  III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Sejarah benar benar membuktikan bahwa peradaban umat islam mulai dari zaman nabi hingga sekarang terjadi pasang surut kejayaan. Adalah paling mengerikan Islam di dalam perjalanan antara tahun 1250-1500.
Secara lebih detail, Karen Arnstrong dalam Islam A short History membagi perjalanan yang telah dilalui umat Islam dalam tiga periode. Pertama periode klasik (650-1250 M), kedua periode pertengahan (1250-1800) M, dan ketiga, periode modern (1800 M – sekarang).
Pembagian ini didasarkan pada masa kemajuan Islam dan pencapaian puncak peradaban dunia. Periode klasik disebut sebagai masa kemajuan Islam pertama yang direpresentasikan oleh kesatuan khilafah islamiyah yang mencapai puncaknya pada awal-awal khilafah Bani Abbasiyah. Periode pertengahan disebut sebagai masa kemajuan Islam kedua yang direpresentasikan oleh tiga kerajaan besar Islam: Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.
Period Modern adalah periode di mana umat Islam seperti yang dijanjikan Rasulullah, akan kembali kepada Khilafah ‘alaa Manhaj An-Nubuwah yang sampai saat ini masih dalam proses embriotiknya.

  1. Saran Kajian
Banyak sekali berita yang belum kami peroleh dari kajian ini, terutama peradaban islam dalam khazanah keilmuan. Dan para pakar dikala itu, dimana mereka? Bagaimana sikap mereka? Dan bagaimana menurut mereka, menanggapai perhelatan dalam tubuh islam sendiri. Dipungkiri atau tidak, sejarah telah berbicara dari seluruh kejadian. Setidaknya kita bisa mengambil hikmah dari semua perjalan yang panjang itu.







DAFTAR  RUJUKAN


Fu’adi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Sukses Offset, 2011.

Armstrong, Karen, Islam A short History, diterjemahkan oleh: Ira Puspita Sari, Sepintas Sejarah Islam,  Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002.

Badri, Yatim, Sejarah peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan, lirboyo: Tamatan Aliyah Lirboyo, 2005.

Hasan ,Wildan, Dinasti-Mamalik, diakses dalam
http://wildanhasan.blogspot.com/2009/05/dinasti-mamalik.html


http://www.islamedia.web.id/2011/09/pasang-surut-peradaban-islam.html


[1] http://www.islamedia.web.id/2011/09/pasang-surut-peradaban-islam.html(Pukul: 20.00, Tanggal: 06-10-2012)
[2] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Sukses Offset, 2011), Hlm: 155
[3] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban …..156
[4] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban …..155
[5] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban …. 155
[6] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban ….. 155
[7] Yatim Badri, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm: 112
[8] http://www.islamedia.web.id/2011/09/pasang-surut-peradaban-islam.html(Pukul: 20.00, Tanggal: 06-10-2012)
[9] Yatim Badri, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm: 112
[10] Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan (lirboyo: Tamatan Aliyah Lirboyo, 2005), Hlm:133
[11] Karen Armstrong, Islam A short History (diterjemahkan oleh: Ira Puspita Sari), Sepintas Sejarah Islam (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002), Hlm: 127
[12] Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan …..136
[13] Karen Armstrong, Islam A short History …127
[14] Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan …..133
[16] Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan …..133
[18] Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan …..134
[19] Yatim Badri, Sejarah peradaban Islam ….. 112
[20] http://wildanhasan.blogspot.com/2009/05/dinasti-mamalik.html(Pukul: 20.00, Tanggal: 06-10-2012)
[21] Yatim Badri, Sejarah peradaban Islam …. 125
[22] Yatim Badri, Sejarah peradaban Islam …. 125
[23] http://wildanhasan.blogspot.com/2009/05/dinasti-mamalik.html(Pukul: 20.00, Tanggal: 06-10-2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar